Organisasi Kesehatan Dunia di bawah naungan PBB (WHO) pada Rabu (27/11) merilis sebuah laporan terbaru yang mencatat terjadinya lonjakan kasus campak secara global.
Laporan itu telah mencatat 440.200 kasus campak pada 5 November, jauh melampaui jumlah kasus campak yang terjadi pada 2018, yakni 350.000 kasus. Penyakit mematikan ini sejatinya mudah dicegah dengan vaksinasi, namun nyatanya masih tersebar di seluruh dunia.
Kasus terbesar di Kongo
Jumlah yang paling mengejutkan berasal dari Republik Demokratik Kongo (RDC) yang mendaftarkan total 250.270 kasus sampai dengan 17 November 2019, meningkat sebanyak 8.000 kasus dari minggu sebelumnya.
Selain itu, sekitar 5.100 kasus campak berujung kematian juga turut dilaporkan terjadi di negara itu.
“Wabah campak yang terjadi di DRC menjadi yang terbesar di seluruh dunia. Salah satu yang terbesar yang pernah kita lihat,” ujar Kate O’Brien, Direktur Departemen Imunisasi WHO.
Di negara lain, yaitu di Chad, Afrika, dilaporkan sudah terjadi sebanyak 25.596 kasus campak. Sampai dengan tanggal 17 November 2019, disebut bahwa wabah campak telah ditemukan di 94 persen distrik negara itu.
Saat ini, DRC tengah melangsungkan vaksinasi, sementara Chad belum juga melakukannya.
Baca juga: Menteri Kesehatan Jerman Usul Denda Tinggi Untuk Penolak Vaksinasi Campak
Menyentuh setiap sudut dunia
Di Brasil, tercatat sebanyak 11.887 kasus campak, yang sebagian besar dilaporkan berasal dari Sao Paulo. Dua wabah di New York, Amerika Serikat, telah dinyatakan berakhir, namun WHO mengatakan kasus lain bermunculan di seantero negeri.
Di Eropa, Ukraina jumlah kasus campaknya jauh melebihi negara lain, yaitu sekitar 56.802 kasus.
Laporan terbaru dari WHO itu menunjukkan bahwa meski imunisasi rutin sudah dilakukan, campak terus menyebar secara global karena cakupan vaksinasi yang kurang optimal dan kesenjangan imunitas populasi.
Kampanye menentang vaksinasi turut andil
WHO mencatat adanya kenaikan tajam jumlah kematian akibat campak. Salah satunya, di negara kepulauan Samoa. Organisasi PBB itu menyalahkan penurunan tajam dalam tindakan imunisasi, akibat kampanye menentang vaksinasi yang dinilai membuka jalan bagi terjadinya “wabah besar” di negara itu.
Imunisasi campak dihentikan selama beberapa bulan dan ketidakpercayaan publik meningkat setelah dua bayi di Samoa diketahui meninggal tidak lama setelah menerima suntikan imunisasi tahun lalu. Hasil investigasi mengungkapkan bahwa vaksin yang disiapkan adalah vaksin yang salah.
Sekitar 2.500 kasus campak telah dilaporkan terjadi di negara berpenduduk sebanyak 200.000 itu. WHO melaporkan bahwa 37 orang kini meningggal akibat campak di Samoa. (gtp/ae)