REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah mengesahkan Undang-Undang (UU) Hong Kong Human Rights and Democracy Act dan Protect Hong Kong Act pada Rabu (27/11). Langkah itu memicu kemarahan Cina.
"Saya menandatangani rancangan undang-undang (RUU) ini untuk menghormati Presiden (Cina) Xi (Jinping), Cina, dan rakyat Hong Kong. Mereka diberlakukan dengan harapan bahwa para pemimpin dan perwakilan Cina serta Hong Kong akan dapat menyelesaikan perbedaan mereka secara damai, yang mengarah pada perdamaian jangka panjang dan kemakmuran bagi semua," kata Trump di Gedung Putih.
Hong Kong Human Rights and Democracy Act memungkinkan Pemerintah AS menangguhkan status perdagangan khusus Hong Kong. Dalam hal ini, Departemen Luar Negeri AS diwajibkan menyatakan, setidaknya setiap tahun, apakah Hong Kong mempertahankan tingkat otonomi yang memadai di bawah satu negara dua sistem.
Pada 2018, nilai perdagangan antara AS dan Hong Kong mencapai 67,3 miliar dolar AS. Washington meraih surplus 33,8 miliar dolar AS. Menrut Kantor Perdagangan AS jumlah itu merupakan yang terbesar dibandingkan dengan negara atau wilayah mana pun.
Demo Mahasiswa Hong Kong.
Hong Kong Human Rights and Democracy Act juga memberi wewenang pada AS untuk menjatuhkan sanksi pada aktor atau pihak yang merongrong otonomi Hong Kong. UU tersebut pun mengarahkan otoritas AS agar tidak menolak visa orang-orang yang menjadi sasaran penangkapan atau penahanan bermotivasi politik.
Sementara Protect Hong Kong Act akan melarang penjualan amunisi buatan AS seperti gas air mata dan peluru karet kepada lembaga penegak hukum Hong Kong. Kedua UU tersebut disahkan Trump setelah Hong Kong dilanda gelombang demonstrasi tanpa henti selama lima bulan terakhir.
Pemerintah Cina telah mengecam pengesahan dua UU Hong Kong tersebut. Beijing menilai, langkah itu merupakan upaya terang-terangan AS untuk mengintervensi urusan dalam negerinya.
"Ini adalah langkah hegemoni terang-terangan yang ditentang pemerintah dan rakyat Cina," kata Kementerian Luar Negeri Cina pada Kamis (28/11), dikutip laman South China Morning Post.
Kementerian Luar Negeri Cina juga telah memanggil Duta Besar AS di Beijing Terry Branstad untuk menyampaikan protes serius. Beijing memperingatkan bahwa penerapan dua UU Hong Kong itu dapat semakin memperkeruh hubungan bilateral Cina-AS.
Petugas menghitung surat suara dalam Pemilu di Hong Kong pada Ahad (24/11).
"Untuk tindakan yang salah oleh AS, Cina tentu akan mengambil tindakan tegas dan pihak AS akan bertanggung jawab penuh atas semua konsekuensinya," kata Wakil Menteri Luar Negeri Cina Le Yucheng saat bertemu Branstad.
Pemerintah Hong Kong juga melayangkan kritik serta protes. Mereka menilai kedua UU Hong Kong yang disahkan AS tidak masuk akal. "Meskipun hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi disebutkan dalam judul UU tersebut, beberapa ketentuan dalam UU sebenarnya tentang kontrol ekspor dan penegakkan sanksi yang diberlakukan PBB di Hong Kong, yang sama sekali tidak terkait dengan HAM dan demokrasi di Hong Kong," kata Pemerintah Hong Kong.
Dengan diberlakukannya UU Hong Kong oleh AS, aktivis terkemuka Hong Kong Joshua Wong mendesak otoritas Hong Kong dan Cina untuk segera meredakan gejolak. Dia pun menyerukan agar kasus kekerasan dan kebrutalan aparat keamanan terhadap para pengunjuk rasa diusut tuntas.