REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Uni Eropa (UE) Gordon Sondland dituding melakukan pelecehan seksual terhadap tiga wanita. Sondland diketahui merupakan saksi kunci dalam penyelidikan pemakzulan Presiden AS Donald Trump.
Wanita pertama yang mengklaim telah dilecehkan oleh Sondland adalah pemilik majalah Portland Monthly, Nicole Vogel. Dia mengatakan, Sondland mencoba menciumnya dengan paksa saat tengah menghimpun dana untuk merintis penerbitan Portland Monthly pada 2003.
Sondland yang memiliki lima hotel di Portland dengan perusahaannya Provenance Hotel Goup sempat mengatakan akan berinvestasi untuk Portland Monthly. Hal itu dia sampaikan saat mengundang Vogel melihat salah satu kamar di hotel miliknya di Portland.
Pada momen itulah Sondland disebut melakukan pelecehan dengan meminta pelukan. "Ketika saya menarik kembali, dia meraih wajah saya dan hendak mencium saya. Saya berkata 'Gordon kau pria yang telah menikah dan kau baru saja menghancurkan hati saya'," kata Vogel, dikutip laman the Guardian, Kamis (28/11).
Vogel pun bergegas meninggalkan kamar hotel. Beberapa pekan setelah kejadian itu, Vogel bertemu kembali dengan Sondland. Pada kesempatan tersebut, Sondland menyatakan bahwa dia tidak akan berinvestasi di majalah Portland Monthly.
Jana Solis juga mengklaim telah dilecehkan oleh Sondland. Pada 2008, Sondland meminta Solis mengevaluasi koleksi seni pribadinya. Padahal dia tak memiliki keahlian dalam bidang tersebut. Pada satu titik, Sondland meminta dia menemuinya di kolam renang di rumahnya.
Saat mendatangi rumahnya, Sondland dalam kondisi setengah tanpa busana. Dia pun berusaha mencium paksa Solis. Saat bekerja di hotel milik Sondland, Solis pun mengaku sempat mengalami pelecehan.
Wanita ketiga yang mengklaim dilecehkan Sondland adalah Natalie Sept. Pada 2010, Sondland mengatakan akan membantunya dalam merintis karier sebagai pegawai di hotel miliknya. Namun komunikasi seketika terputus setelah Sept menolak untuk mencium Sondland.
Sondland telah membantah semua tuduhan itu. "Klaim yang tidak benar tentang sentuhan dan ciuman yang tidak diinginkan ini dibuat, dan saya yakin dikoordinasikan untuk tujuan politik. Mereka sebenarnya tidak memiliki dasar dan saya dengan tegas menyangkal mereka," ujarnya.
Pekan lalu, Sondland telah memberikan kesaksian dalam proses pemakzulan Trump. Dia menganggap upaya Rudy Giuliani untuk menekan Ukraina guna menyelidiki kandidat calon presiden dari Partai Demokrat Joe Biden adalah kasus quid pro quo yang pasti.
Trump dilaporkan menekan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk menyelidiki Joe Biden dan anaknya Hunter Biden yang diduga melalukan praktik bisnis korup saat bekerja di perusahaan gas Ukraina, Burisma.
Dia ingin nama Biden tercemar sehingga peluangnya untuk memenangkan pilpres AS tahun depan terbuka lebar. Guna memuluskan rencananya, Tump menekan Zelensky dengan mengancam akan membekukan dana bantuan militer sebesar 400 juta dolar AS untuk Ukraina.
Trump telah berulang kali membantah tudingan tersebut. Dia menyebut penyelidikan terhadap dirinya merupakan "witch hunt (perburuan penyihir)".
Kongres telah mengundang Trump ke sidang pemakzulan pertamanya pada 4 Desember mendatang. Ketua House Judiciary Committee dari Demokrat Jerrold Nadler mengatakan Trump dapat hadir di persidangan atau berhentin mengeluhkan proses penyelidikan terhadapnya.