Jumat 29 Nov 2019 19:47 WIB

Ulama Syiah Irak Desak Penghentian Kekerasan di Demo Irak

Ulama Muslim terkemuka Irak, Ayatollah Ali al-Sistani, kutuk serangan pedemo

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Massa anti pemerintah melempar bom molotov ke arah petugas keamanan dalam unjukrasa di Baghdad, Irak, Kamis (28/11).
Foto: Khalid Mohammed/AP Photo
Massa anti pemerintah melempar bom molotov ke arah petugas keamanan dalam unjukrasa di Baghdad, Irak, Kamis (28/11).

REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Ulama Muslim terkemuka Irak, Ayatollah Ali al-Sistani, mengutuk serangan terhadap demonstran oleh pasukan keamanan Irak, Jumat (29/11). Dia juga mendesak anggota parlemen untuk mempertimbangkan kembali dukungan terhadap pemerintah pusat.

Hal itu mengindikasikan desakan untuk mengubah kepemimpinan Irak guna membendung kekerasan antara pasukan keamanan dan para demonstran yang terjadi sejak lama. Sistani mendesak pasukan keamanan berhenti membunuh para demonstran serta menolak semua kekerasan.

Baca Juga

Sistani mengatakan serangan terhadap demonstran yang berdemonstrasi secara damai sangat terlarang. Dia juga menyerukan demonstran untuk tidak menggunakan segala tindak kekerasan.

"Para pengunjuk rasa tidak boleh membiarkan demonstrasi damai berubah menjadi serangan terhadap properti maupun individu," kata Sistani seperti dilansir Reuters, Jumat.

Dalam kekerasan terbaru, pasukan keamanan menembak mati setidaknya 46 orang di kota selatan Irak, Nassiriya. Pasukan juga menembak mati 12 orang di Najaf, dan empat orang di Baghdad.

Secara total, jumlah korban meninggal akibat tembakan langsung pasukan keamanan setidaknya tercatat 408 korban jiwa. Para pengunjuk rasa yang tewas itu sebagian besar tidak membawa senjata.

Bentrokan antara pedemo dan pasukan keamanan juga terjadi pada Jumat pagi di Nassiriya yang melukai beberapa orang. "Musuh-musuh Irak dan aparat berusaha menabur kekacauan dan pertikaian untuk mengembalikan negara ke zaman kediktatoran, setiap orang harus bekerja sama untuk menggagalkan peluang itu," kata Sistani, tanpa menjelaskan lebih lanjut.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement