Ahad 01 Dec 2019 04:35 WIB

Lansia Ikut Demo di Hong Kong

Lansia di Hong Kong mendengarkan pembicara pro-demokrasi yang memberikan orasi.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Andri Saubani
Siswa sekolah dasar turun dari bus sekolah di Hong Kong, Rabu (20/11). Sekolah di Hong Kong dibuka kembali setelah ditutup beberapa hari akibat protes.
Foto: AP Photo/Achmad Ibrahim
Siswa sekolah dasar turun dari bus sekolah di Hong Kong, Rabu (20/11). Sekolah di Hong Kong dibuka kembali setelah ditutup beberapa hari akibat protes.

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Ketika biasanya demonstransi di Hong Kong melibatkan kaum muda, kali ini lansia pun ikut turun di jalan. Mereka memutuskan untuk ikut terlibat menyuarakan kebrutalan polisi dan penangkapan yang melanggar hukum kepada demonstran, Sabtu (30/11).

"Saya keluar untuk protes damai pada bulan Juni ketika ada lebih dari satu juta orang, tetapi pemerintah tidak mendengarkan tuntutan kami," kata seorang wanita berusia 71 tahun di distrik Tengah Hong Kong bernama Ponn.

Baca Juga

Ponn membawa bangku plastik sebagai alat bantu duduk di jalan untuk bergabung dengan protes lintas generasi bersama beberapa ratus orang di Taman Chater. Lansia Hong Kong dengan topi dan tongkat berdiri tidak jauh dari anak muda berpakaian hitam bersama-sama melakukan aksi. Semua mendengarkan pembicara pro-demokrasi yang memberikan orasi.

"Saya telah melihat begitu banyak kebrutalan polisi dan penangkapan yang melanggar hukum. Ini bukan Hong Kong yang saya tahu," ujar Ponn.

Keputusan Ponn turun ke jalan untuk ikut menyuarakan kesalahan pemerintah dalam menanggapi unjuk rasa yang berjalan sampai enam bulan itu. Dia ingin pemerintah tahun kalau segala lapisan masyarakat tidak menyukai sikap yang telah dilakukan kepada demonstran.

Dalam kerumunan di taman kota, mereka bersama-sama menyanyikan "Glory to Hong Kong" yang telah menjadi lagu protes tidak resmi. Banyak dari demonstran meletakkan tangan mereka di udara dengan lima jari terentang, simbol gerakan pro-demokrasi.

"Ibuku memintaku untuk datang dan melindunginya. Jadi saya datang dengan suami saya. Suasana sepi setelah pemilihan distrik dan itu tidak terduga," kata putri Ponn yang berusia 26 tahun.

Beberapa pemrotes muda mengibarkan bendera Amerika Serikat (AS), tanda apresiasi setelah Presiden Donald Trump pekan ini menandatangani Rancangan Undang-Undang yang mendukung para pengunjuk rasa. RUU itu mengancam China dengan kemungkinan sanksi terhadap hak asasi manusia.

Seorang pensiunan berusia 70 tahun dengan kacamata hitam dan pakaian olahraga abu-abu bernama Ko mengatakan, para lansia dapat menawarkan bimbingan kepada para demonstran yang lebih muda. "Mulai dari hari pertama saya telah terlibat dalam gerakan ini dan tidak ada alasan untuk berhenti sekarang," kata Ko.

Menurut Ko, hari tersebut memang menjadi momen pertemuan kelompok lintas usia. Di samping lansia, anak sekolah menengah atas pun ikut turun ke jalan. "Kami di sini untuk memberi mereka nasihat dan dukungan moral. Saya pikir mereka membutuhkannya," ujarnya.

Atas tuntutan terhadap kekerasan yang demonstran terima dari petugas keamanan, Kepala Sekretaris Administrasi Matthew Cheung mengatakan, pemerintah sedang mempertimbangkan untuk membentuk sebuah komite independen. Komite ini akan meninjau kembali penanganan krisis atas demonstrasi yang semakin keras sejak dimulai.

"Kami mencari kandidat yang relevan dan kami sudah memulai pekerjaan persiapan, jadi kami berharap kami akan membuat beberapa kemajuan dalam jangka pendek," kata Cheung.

Komentar Cheung muncul sebagai jawaban atas pertanyaan penanganan terhadap demonstran  yang dilakukan polisi atau pemerintah. Namun, salah satu tuntutan pemrotes adalah penyelidikan independen atas dugaan kebrutalan polisi. Beberapa kritik di media sosial mengatakan komite seperti itu akan gagal dalam penyelidikan independen yang mereka tuntut.

Hong Kong telah terlihat relatif tenang sejak pemilihan lokal pekan lalu yang memberikan kemenangan luar biasa bagi para kandidat pro unjuk rasa. Tetap saja, para aktivis tampak tertarik untuk mempertahankan momentum gerakan mereka.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement