REPUBLIKA.CO.ID, AMMAN -- Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi mengutuk Israel karena menyetujui pembangunan permukiman baru di Hebron, Tepi Barat. Dia memperingatkan tanggung jawab masyarakat internasional untuk menghentikan pembangunan permukiman ilegal Israel.
"Ayaman Safadi mengatakan Yordania mengutuk pengumuman proyek permukiman terbaru oleh otoritas Israel di lingkungan Yerusalem Timur Jabal al-Mukaber, Qalinda, dan di kota tua Hebron di Tepi Barat yang diduduki," kata kantor berita Palestina, WAFA, dalam laporannya pada Senin (2/12).
Dia menegaskan pembangunan permukiman di kedua wilayah itu adalah tindakan ilegal dan melanggar hukum internasional. Di sisi lain, berlanjutnya proyek permukiman akan semakin merusak proses perdamaian antara Israel dan Palestina.
Menurut Safadi pembangunan dan perluasan permukiman Israel mengancam potensi terwujudnya solusi dua negara. Padahal hingga saat ini, hanya hal itu peluang untuk mencapai perdamaian yang komprehensif dan permanen.
Pemerintah Israel telah menyetujui pembangunan permukiman baru di Kota Hebron, Tepi Barat. Pembangunan itu disebut akan menciptakan kesinambungan teritorial Yahudi antara lingkungan Avraham Avinu dan Masjid Ibrahimi.
Menurut Kementerian Pertahanan Israel permukiman baru itu akan dibangun di dekat pasar lama Hebron. "Bangunan-bangunan pasar akan dihancurkan dan toko-toko baru akan dibangun sebagai gantinya," katanya dalam sebuah pernyataan pada akhir pekan lalu, dikutip laman Anadolu Agency.
Palestina telah mengecam rencana pembangunan permukiman baru Israel di Hebron. Ia menilai hal itu adalah langkah provokatif. Palestina menyerukan masyarakat internasional segera bertindak merespons tindakan eskalasi Israel tersebut.
Hebron dihuni sekitar 160 ribu warga Palestina dan 500 pemukim Yahudi. Warga Yahudi di sana tinggal di sebuah kantong khusus yang dijaga ketat pasukan Israel. Saat ini perundingan damai Israel dengan Palestina telah terhenti.
Hal itu terjadi sejak Amerika Serikat (AS) mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017. Setelah pengakuan itu, Palestina memutuskan mundur dari perundingan damai dengan Israel yang dimediasi AS.
Palestina menganggap AS tidak lagi menjadi mediator yang netral. Sebab ia terbukti membela dan mengakomodasi kepentingan politik Israel.
Belum lama ini AS telah mengambil keputusan untuk tak lagi menganggap ilegal permukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki. Padahal pembangunan permukiman ilegal merupakan ganjalan terbesar dalam perundingan damai.