REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Pada 4 Desember 2012, topan Bopha, berkategori lima yang dijuluki Pablo melanda Filipina. Topan terkuat itu menimbulkan banjir yang dipicu hujan deras dan angin kencang menghancurkan seluruh desa dan menewaskan lebih dari seribu orang. Topan ini pun dikategorikan merupakan topan terkuat yang pernah terjadi di kepulauan Asia Tenggara.
"Seluruh keluarga mungkin telah hanyut," kata menteri dalam negeri Filipina kala itu Mar Roxas seperti dikutip History, Rabu (4/12).
Daerah yang paling parah terkena dampaknya yakni Lembah Compostela dan provinsi Oriental Davao dengan curah hujan yang tinggi kemudian memicu tanah longsor dan banjir. Banjir juga menghancurkan lahan pertanian dan pertambangan di sepanjang pantai, meratakan perkebunan pisang sehingga benar-benar menghancurkan mata pencaharian sebagian warga.
Usai badai, beberapa kota hancur total dengan tumpukan berlumpur rumah-rumah yang runtuh. CNN melaporkan atap besi dari beberapa bangunan tersapu oleh angin berkekuatan 175 mph seperti halnya 'parang terbang'.
Lebih dari 200 ribu orang terdampak setelah badai. Mereka tidak bisa ke mana-mana sebab tanah longsor dan air yang naik masih mengancam kehidupan.
Badai pertama kali muncul di radar pada akhir November, dan tidak diharapkan berkembang. Namun, pada 30 November badai dengan kekuatan dan kecepatan tinggi menghantam bagian-bagian wilayah Filipina. Begitu pemerintah menyadari ancaman yang ditimbulkan oleh badai, para pejabat bergegas mengevakuasi warga dari daerah yang paling berbahaya, namun kala itu penduduk sulit diyakinkan.
Peringatan untuk evakuasi tidak ditanggapi dengan serius. Bahkan lebih dari 170 ribu penduduk Filipina yang menuruti peringatan untuk evakuasi juga dalam keadaan tidak aman.
"Banjir dan angin kencang menghantam tidak hanya tepi sungai tetapi juga tempat-tempat di mana penduduk seharusnya aman," kata Gubernur Compostela Valley Arturo 'Arthur' Uy, daerah yang paling parah dilanda musibah.
Jumlah korban tewas awalnya ratusan dan naik ketika hari-hari berlalu. Sementara orang hilang bertambah banyak. Sehari setelah badai, hujan mulai turun sehingga memicu kepanikan dan ketakutan akan terjadinya banjir bandang lagi.
Ketakutan, serta efek badai, akan berlanjut selama bertahun-tahun. Ratusan orang ditinggalkan dalam kemiskinan kala itu. Sebelum bangsa itu bisa pulih, Filipina harus menderita lagu melalui topan yang bahkan lebih kuat di 2013, Topan Haiyan.
Butuh bertahun-tahun untuk membangun kembali dari semua kerusakan. Departemen Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan masih membangun rumah baru untuk para korban pada 2015.
Kerusakan tersebut memiliki efek yang bertahan lama di kawasan itu sehingga Administrasi Layanan Atmosfer, Geofisika, dan Astronomi Filipina menonaktifkan nama Pablo dari daftar nama untuk badai dan topan. Sekitar 20 topan dan badai menyerang Filipina utara dan tengah setiap tahun, dan jarang menghantam wilayah selatan.