Sabtu 07 Dec 2019 04:06 WIB

Jerman Dituduh Lunak Terhadap Cina Soal HAM dan Hong Kong

Aktivis dan organisasi HAM mengatakan Jerman bisa berbuat lebih banyak mendukung gerakan pro-demokrasi Hong Kong dan mengutuk kamp penahanan Uighur di Xinjiang. Tapi kepentingan bisnis lebih diutamakan.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
picture-alliance/dpa/M. Kappeler
picture-alliance/dpa/M. Kappeler

Sejak demonstrasi pro-demokrasi di Hong Kong dimulai Juni lalu, para aktivis telah meminta dukungan internasional. Pemerintah Jerman dinilai tidak bersuara menanggapi perkembangan itu, juga setelah aparat keamanan menggunakan kekerasan untuk membubarkan demonstrasi. Polisi juga dituduh mengerahkan kelompok-kelompok preman untuk mengintimidasi dan menyerang para aktivis secara brutal.

Baru-baru ini muncul berbagai laporan tentang penindasan sistematis kelompok etnis Uighur, yang mayoritasnya beragama Islam dan hidup di provinsi Xinjiang. Cina dituduh mengoperasikan kamp konsentrasi yang disebut "pusat re-edukasi", di mana pada warga Uighur mengalami penyiksaan dan perlakuan sewenang-wenang.

Baca Juga

Situasi di Xinjiang segera menyulut kecaman internasional. Namun para aktivis dan organisasi hak asasi manusia (HAM) mengatakan, pemerintah Jerman sampai sekarang hanya berdiam diri dan tidak mengambil sikap tegas.

Selama enam bulan kerusuhan di Hong Kong, dan setelah munculnya laporan gencar media tentang penindasan minoritas yang berkelanjutan di Xinjiang, Kanselir Merkel Angela bereaksi sangat hati-hati untuk tidak secara eksplisit mendukung gerakan pro-demokrasi, atau mengutuk kamp-kamp penampungan.

Apa yang disampaikan Merkel hingga kini?

Dalam pidatonya di Asosiasi Kamar Dagang dan Industri Jerman akhir November lalu, Angela Merkel mengatakan bahwa Jerman dan Eropa berada dalam persaingan global yang makin ketat.

"Di satu sisi, ada Amerika Serikat, surga kebebasan ekonomi, dan di sisi lain, sistem di Cina, yang diatur secara sosial dengan cara yang sama sekali berbeda, kekuasaan negara yang kadang-kadang bersifat represif."

Di bulan yang sama, Kanselir Angela Merkel mengatakan di parlemen, Jerman "tentu saja perlu mengeritik" ketika mendengar laporan-laporan tentang kamp-kamp penampungan Uighur, dan menambahkan bahwa dia "tentu saja" mendukung posisi Uni Eropa mengenai masalah ini, yang antara lain menuntut agar pejabat HAM PBB diizinkan berkunjung ke Xinjiang.

Mengenai Hong Kong, Kanselir Jerman mengatakan bahwa pemilihan distrik yang berlangsung damai adalah suatu "pertanda baik". Merkel memuji prinsip "satu negara, dua sistem" yang diterapkan pemerintah Cina untuk kawasan khusus Hong Kong.

Kepentingan dan keterkaitan bisnis

Setelah kunjungan Merkel ke Beijing pada September lalu, aktivis pro-demokrasi Joshua Wong mengatakan dia "kecewa" karena pemimpin Jerman itu tidak "secara tegas menyerukan pemilihan bebas" di Hong Kong.

Direktur Utama perusahaan raksasa Jerman Siemens, Joe Kaeser, yang ikut dalam delegasi Merkel ke Cina, ketika itu mengingatkan agar Jerman tidak bersikap terlalu kritis, dan menganjurkan sikap yang "bijaksana dan hormat" terhadap Cina.

"Lapangan kerja di Jerman bergantung pada bagaimana kita berurusan dengan topik kontroversial, maka kita seharusnya tidak menambah kemarahan, tetapi lebih hati-hati mempertimbangkan semua posisi dan tindakan," kata Joe Kaeser kepada harian Die Welt. Siemens, bersama dengan BASF dan VW, mengoperasikan pabrik di Xinjiang.

hp/rzn

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement