Sabtu 07 Dec 2019 13:40 WIB

Bisnis Disinformasi di Facebook

Facebook masih diselubungi disinformasi termasuk konten kebencian anti-Islam.

Facebook dan anak/ilustrasi (foto: ap).
Facebook dan anak/ilustrasi (foto: ap).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Kamran Dikrama

Kampanye disinformasi yang menyebarluaskan konten kebencian, termasuk anti-Islam, masih menyelubungi Facebook. Para aktor di balik layar beroperasi secara terkoordinasi dan menuai keuntungan finansial dari bisnis kotor tersebut.

Baca Juga

Hal itu terjadi setidaknya di beberapa negara seperti Amerika Serikat (AS), Australia, Inggris, Kanada, Austria, Israel, dan Nigeria. Para aktor yang mencari keuntungan finansial dari penyebarluasan hoaks berisi kebencian dan Islamofobia membidik para pengelola akun grup sayap kanan di Facebook.

Beau Villereal (36 tahun) adalah salah seorang yang sempat dihubungi akun misterius bernama Rochale. Villereal adalah pengelola halaman "Pissed off Deplorables" di Facebook. Itu adalah halaman sayap kanan dengan lebih dari 13 ribu pengikut yang menyajikan konten-konten pro-Donald Trump dan anti-Islam.

Villereal mengungkapkan, pada suatu sore dirinya dihubungi Rochale. Dia meminta Villereal menjadikannya editor di halaman yang dikelolanya.

"Saya benar-benar memahami Anda. Saya dari Israel dan ini sangat penting bagi saya untuk berbagi kebenaran. Tolong beri saya kesempatan sehari," kata Rochale pada Villereal, seperti dikutip the Guardian yang melakukan investigasi terkait hal ini.

Pesan serupa pernah diterima Ron Devito, pengelola halaman Facebook "Making America First". Itu adalah halaman sayap kanan pro-Donald Trump. Sama seperti Villereal, Devito dihubungi akun misterius bernama Tehila. Dia meminta Devito menjadikannya sebagai editor.

Menurut Devito, Tehila mengatakan kepadanya bahwa dia adalah editor andal dan bisa memberikan beberapa konten bagus guna meningkatkan suka dan tampilan pada halaman yang dikelolanya. "Bisakah saya memberinya kesempatan dan membiarkannya mengunggah konten-kontennya, kan? Jadi saya pikir, 'apa-apaan, coba saja'," ujarnya.

Villereal dan Devito tidak menjadi pengelola halaman sayap kanan yang dihubungi akun misterius dengan modus demikian. Selama dua tahun terakhir, sekelompok akun misterius berbasis di Israel telah mengirim pesan serupa kepada pengelola 19 halaman Facebook sayap kanan lainnya di seluruh AS, Australia, Inggris, Kanada, dan beberapa negara lainnya.

Menurut Guardian, saat ini kelompok itu memanfaatkan jaringan 21 halaman untuk mengunggah dan menyebarluaskan lebih dari 1.000 hoaks per pekan. Lebih dari 1 juta penngguna Facebook yang terkait dengan halaman-halaman tersebut menjadi target mereka.

Tautan-tautan yang kelompok tersebut bagikan membawa para pengguna ke 10 situs web padat iklan. Mereka mengejar traffic guna meraup keuntungan. Adapun konten-konten yang disajikan di situs terkait menyulut kebencian terhadap Muslim di seluruh negara Barat.

Hoaks yang mereka sajikan menyerupai berita. Namun, isinya terdistorsi total guna melukiskan Muslim sebagai teroris dan pelaku kekerasan anak. Keberadaan Muslim disebut mengancam kebudayaan kulit putih dan peradaban Barat.

Jaringan itu juga turut membidik politisi sayap kiri pada titik-titik kritis. Pemimpin Partai Buruh Inggris Jeremy Corbyn adalah salah satu korbannya. Dalam sebuah hoaks yang diproduksi jaringan tersebut, Corbyn diklaim pernah mengatakan bahwa orang Yahudi adalah sumber terorisme global. Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau bahkan disebut mengizinkan ISIS menyerang negaranya.

Senator wanita Muslim pertama Australia Mehreen Faruqi merasakan betapa hebatnya jaringan terkoordinasi yang menyebarkan hoaks di Facebook. Pada Agustus 2018, 10 halaman di Facebook meluncurkan unggahan guna menghasut 546 ribu pengikut mereka untuk menyerang Faruqi karena menentang rasialisme saat berbicara di parlemen.

Komentar-komentar sarkastis pun merebak. "Pakai burka Anda", "Tutup mulit Anda, "Cabut kewarganegaraan dan usir" adalah beberapa komentar yang menyertai unggahan berisi hasutan tersebut.

Faruqi secara langsung menyalahkan Facebook atas fenomena tersebut. "Dengan membiarkan unggahan rasialis dan menyesatkan, raksasa media sosial seperti Facebook memperoleh keuntungan dari proliferasi ujaran kebencian dan pelecehan," ujarnya.

"Facebook bisa melakukan lebih banyak dan menutup halaman ini. Tapi selama mereka terus mendapat keuntungan dari jangkauan serta keterlibatan, mereka tampaknya tidak tertarik pada tindakan tegas," kata Faruqi.

Kendati demikian, para pengelola akun sayap kanan yang mengizinkan jaringan Israel itu beroperasi di halaman Facebook-nya tidak mengetahui bahwa ada keuntungan finansial besar di baliknya. "Agak menyedihkan untuk duduk di sini dan berpikir saya sudah melakukan ini selama dua tahun dan saya belum menghasilkan sepeser pun, dan saya mengizinkan seseorang datang membangun kanal kecil di belakang tapi mereka menggunakan klien saya untuk mengasilkan uang," kata Beau Villereal.

"Anda tahu, mereka yang berada di belakang jaringan berusaha keras untuk menyembunyikan identitas mereka, menyembunyikan informasi pribadi dari situs web dan menggunakan profil Facebook yang berbeda ketika menghubungi pemilik halaman sayap kanan yang ada," ucap Villereal.

Saat Guardian melaporkan temuannya pada Facebook, ia segera menghapus beberapa halaman dan akun yang tampaknya dimotivasi secara finansial. "Halaman dan akun ini melanggar kebijakan kami terhadap spam dan akun palsu dengan mengunggah konten clickbait guna mengarahkan orang ke situs di luar platform," kata seorang juru bicara Facebook.

Dia menegaskan, Facebook tak mengizinkan para penggunanya menginformasikan identitas pribadi mereka secara keliru atau fiktif. "Kami telah memperbarui kebijakan perilaku tidak autentik untuk lebih meningkatkan kemampuan kami dalam melawan taktik baru," ujarnya.

Menurut laman Business Insider, terdapat 10 berita palsu yang paling banyak dilihat di Facebook pada 2019. Satu di antaranya adalah tentang anggota DPR AS, Ilhan Omar yang disebut yang melakukan penghimpunan uang rahasia dengan kelompok Islam guna mendanai aksi teror.

Ilhan Omar adalah salah satu Muslimah pertama yang terpilih sebagai House of Representative. Ketua DPR AS Nancy Pelosi juga pernah menjadi korban penyebarluasan hoaks. Pelosi pernah disebut menyelewengkan dana jaminan sosial untuk kebutuhan pemakzulan Trump. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement