REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Ribuan demonstran melanjutkan aksi protes di Hong Kong pada Ahad (8/12). Dengan mengenakan busana serba hitam, pemrotes dari berbagai lapisan masyarakat memadati jalan, tak berniat mengakhiri aksi yang sudah berlangsung selama enam bulan.
Warga usia muda dan tua berjalan tertib dari Victoria Park, melintasi kawasan perbelanjaan yang ramai di Causeway Bay, lantas berlanjut ke Chater Road. Mereka meneriakkan kalimat, "Berjuanglah untuk kebebasan, berdirilah bersama Hong Kong."
"Saya akan memperjuangkan kebebasan sampai mati karena saya warga Hong Kong. Hari ini adalah tentang berdiri bersama Hong Kong dan komunitas internasional," kata June, ibu rumah tangga berusia 40 tahun yang ikut mengenakan busana hitam-hitam.
Pemerintah memberikan lampu hijau untuk Front Hak Asasi Manusia Sipil (CHRF) untuk menggelar rapat umum terkait aksi tersebut. Ini pertama kalinya penggagas aksi damai sejak Juni tersebut mendapat izin untuk melakukan protes.
Pemrotes berjalan melintasi papan iklan yang telah dicoret di Hong Kong, Ahad (8/12).
Pada Sabtu (7/12), pemerintah mengimbau demonstran untuk tenang. Mereka menyatakan telah mempelajari tuntutan dan akan mendengarkan serta menerima kritik. Sementara, komisaris polisi Hong Kong, Chris Tang, mengatakan pasukannya akan mengambil pendekatan keras dan lunak yang fleksibel guna mengatasi demonstrasi.
Kekerasan meningkat di jalanan selama enam bulan belakangan. Pengunjuk rasa membakar kendaraan dan bangunan, melemparkan bom bensin ke polisi, menjatuhkan puing-puing dari jembatan ke lalu lintas, dan merusak pusat perbelanjaan.
Sementara, polisi merespons dengan gas air mata dan kadang-kadang menyulut api. Polisi menangkap hampir 6.000 orang sejak Juni, lebih dari 30 persen di antaranya berusia antara 21 dan 25 tahun. Pekan lalu, polisi menyatakan telah menangkap 11 orang.
Polisi mengawasi peserta aksi demonstrasi di pusat Hong Kong, Ahad (8/12).
Mereka yang ditangkap sepekan silam berusia 20 hingga 63 tahun. Polisi juga menyampaikan penyitaan senjata, termasuk pisau tentara, petasan, 105 peluru, dan pistol semi-otomatis. Itu adalah penyitaan pistol pertama selama enam bulan protes.
Lebih dari 900 demonstrasi mengguncang Hong Kong sejak Juni. Kemarahan warga di kota bekas koloni Inggris itu merebak akibat RUU ekstradisi yang memungkinkan pelaku kriminal Hong Kong bisa dikirim ke Cina untuk diadili.
Aturan demikian dianggap mengekang kebebasan, jauh dari apa yang dijanjikan ke Hong Kong ketika kembali ke pemerintahan Cina pada 1997. Sekarang, aksi telah berkembang menjadi seruan yang lebih luas untuk penerapan demokrasi, dikutip dari Reuters.