REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Presiden Iran Hassan Rouhani, Ahad (8/12), mengatakan, ia akan mengurangi ketergantungan kepada minyak mulai 2020. Ia pun menyiapkan paket anggaran baru senilai 39 miliar dolar AS yang dirancang untuk melawan krisis ekonomi akibat embargo ekonomi dari Amerika Serikat (AS).
"Ini adalah anggaran untuk menentang sanksi dengan sesedikit mungkin ketergantungan pada minyak," kata Rouhani kepada parlemen yang dikutip the Guardian. "Anggaran ini mengumumkan kepada dunia bahwa meskipun ada sanksi, kita akan menjalankan negara, terutama dalam hal minyak," katanya.
Rouhani memberikan nilai rancangan anggaran sekitar 4,845 triliun real untuk tahun berikutnya yang dimulai pada 20 Maret 2020. Dengan memotong ketergantungan pada minyak tahun depan, Iran akan memanfaatkan dana pinjaman senilai 5 miliar dolar AS kepada Rusia. Rancangan anggaran ini, kata Rouhani, akan menangkis tekanan dan sanksi maksimum yang dijatuhkan AS.
Sementara itu, media Iran, termasuk media setengah resmi, seperti Tasnim menyatakan, anggaran baru ini membawa sejumlah konsekuensi. Di antara konsekuensi tersebut adalah kenaikan pajak, penjualan sejumlah properti milik negara, dan menambah penerbitan surat utang negara. Namun, masih belum jelas apakah semua langkah itu akan dapat menutupi kekosongan pendapatan dari minyak.
Laman the Guardian menyebutkan, anggaran yang telah ditetapkan itu sekitar 10 persen lebih tinggi dari 2019. Rouhani menyatakan, anggaran pemerintah Iran juga akan mendapat manfaat dari pinjaman dari Rusia yang sedang difinalisasi.
Iran mengalami krisis ekonomi. AS memberlakukan kembali sanksi kepada Iran dengan menghalangi Iran menjual minyak mentahnya di luar negeri. Sanksi itu diberlakukan kembali setelah Presiden AS Donald Trump menarik dari kesepakatan nuklir Iran 2015 yang dikenal sebagai Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). n dwina agustin/reuters/ap ed: yeyen rostiyani