REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Politisi Malaysia Anwar Ibrahim memenuhi panggilan polisi untuk diperiksa terkait tuduhan dugaan pelecehan seksual terhadap mantan ajudan pribadinya, Muhammed Yusoff. Pekan lalu, Yusoff mengatakan bahwa Anwar berusaha memaksanya melakukan hubungan intim pada September 2018.
"Pernyataan dari Anwar Ibrahim dan beberapa saksi terkait akan diambil segera setelah waktu yang ditentukan ditetapkan," kata Direktur Departemen Investigasi Kriminal Huzir Mohamed.
Dalam sebuah pernyataan kepada media, Anwar berterima kasih kepada polisi karena telah mempercepat penyelidikan atas tuduhan fitnah terhadap dirinya. Sebelumnya, Anwar telah menghabiskan hampir satu dekade di penjara atas dua tuduhan terpisah yakni korupsi dan sodomi.
Anwar menilai, tuduhan tersebut merupakan upaya untuk mengakhiri karir politiknya. "Saya ingin menekankan bahwa saya siap untuk memberikan pernyataan saya kepada polisi segera untuk membantu dalam penyelidikan," ujarnya.
Pengacara Yusoff, Mohamed Haniff Khatri Abdulla membantah adanya konflik kepentingan dalam menangani kasus tersebut. Diketahui, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad merupakan salah satu klien dari Abdulla.
"Perdana menteri masih menjadi klien saya, tetapi bukan berarti saya tidak boleh menangani kasus hanya karena mereka melibatkan orang-orang dalam pemerintahannya (Mahathir)," ujar Abdulla.
Abdulla mengaku belum berbicara dengan Mahathir ketika membantu menangani kasus Yusoff dan Anwar. Abdulla mengatakan, Mahathir ketika mengetahuinya dan mereka membicarakan kasus tersebut.
"Saya tidak berbicara dengan (Mahathir) sebelum menangani kasus ini, tetapi kami membicarakanya setelah itu. Dia terkejut, tapi dia mengerti," kata Abdulla.
Abdulla membantah tuduhan konspirasi politik dalam kasus Anwar. Dia menyerahkan penyelidikan sepenuhnya kepada polisi.
"Sudah waktunya untuk menyerahkan penyelidikan kepada polisi," ujar Abdulla.
Tindakan hubungan sesama jenis adalah ilegal di Malaysia yang mayoritas penduduknya Muslim. Perilaku itu akan dijerat hukuman hingga 20 tahun penjara jika terbukti bersalah.
Perdana Menteri Mahathir berjanji akan menyerahkan kekuasaan kepada penerusnya, Anwar Ibrahim sebelum pertemuan puncak Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Malaysia pada 2020, meski Anwar sedang menghadapi kasus pelecehan seksual.
Anwar merupakan wakil Mahathir pada periode 1993-1998. Keduanya akhirnya pecah kongsi dan menjadi lawan politik. Pada 2016, Anwar dan Mahathir memperbaiki hubungan politik dan bergabung untuk memimpin oposisi memenangkan pemilu tahun lalu.
"Sejauh yang saya ketahui, saya mundur dan saya menyerahkan tongkat kepemimpinan kepadanya. Jika rakyat tidak menginginkannya, itu persoalan mereka, tetapi saya akan melakukan apa yang telah saya janjikan," kata Mahathir.