REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Pengesahan Amandemen Rancangan Undang-Undang (RUU) Kewarganegaraan India menuai protes. Sejumlah pasukan keamanan dikerahkan di negara bagian Tripura dan bala bantuan disiagakan di Assam. Kedua wilayah tersebut berbatasan dengan Bangladesh dan merupakan pintu masuk bagi pendatang.
"RUU itu akan mengambil hak-hak kami, bahasa dan budaya kami dengan jutaan warga Bangladesh mendapatkan kewarganegaraan," ujar seorang mahasiswa, Gitimoni Dutta dalam sebuah aksi protes di kota utama Guwahati, di Assam.
Otoritas negara di Assam memblokir layanan internet dan jaringan telepon seluler di 10 distrik serta menetapkan jam malam, karena khawatir akan terjadi kekerasan lebih lanjut. Sementara, sejumlah pasukan paramiliter dipindahkan dari Kashmir untuk ditempatkan kembali di wilayah timur laut.
Para pengunjuk rasa yang sebagian besar adalah mahasiswa telah memenuhi jalan-jalan di Assam hingga Rabu malam. Mereka membakar ban, merusak fasilitas publik dan membakar kendaraan. Kepala menteri Assam sempat terdampar di bandara selama beberapa jam karena jalan dihadang oleh aksi protes.
Aksi protes terhadap pengesahan RUU Kewarganegaraan telah meluas ke sejumlah negara bagian di India, termasuk wilayah timur laut yang memiliki penduduk dengan etnis beragam. Di negara bagian Assam, polisi menggunakan gas air mata untuk memukul mundur para pengunjuk rasa.
BBC melaporkan, migrasi ilegal dari Bangladesh telah lama menjadi perhatian India. Amandemen RUU Kewarganegaraan dipandang sebagai register bagi para pengungsi. Sebelumnya, India memiliki Daftar Warga Nasional (NRC) untuk mendata para migran secara resmi. NRC adalah daftar orang-orang yang dapat membuktikan bahwa mereka datang ke India.
Menjelang pengesahan RUU Kewarganegaraan, Bharatiya Janata Party (BJP) mendukung NRC. Namun sehari sebelum RUU itu disahkan, BJP mengubah haluan dan menyatakan bahwa NRC adalah kesalahan. BJP beralasan banyak umat Hindu Bengali yang tidak dimasukkan ke dalam daftar NRC, sehingga mereka menjadi migran ilegal.