Kamis 12 Dec 2019 13:30 WIB

Perusahaan Senjata Jerman Dinilai Sokong Kejahatan Perang

Perusahaan senjata Jerman diduga menyokong terjadinya kejahatan perang di Yaman

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Perusahaan senjata Jerman diduga menyokong terjadinya kejahatan perang di Yaman. (ilustrasi)
Foto: VOA
Perusahaan senjata Jerman diduga menyokong terjadinya kejahatan perang di Yaman. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  BERLIN -- Sekelompok organisasi kemanusiaan mengajukan tuntutan ke Mahkamah Internasional terhadap pabrik senjata dan pemerintah Jerman. Perusahaan senjata dan pemerintah Jerman diduga membantu dan mendorong terjadinya kejahatan perang di Yaman.

Dilansir Deutsche Welle pada Kamis (12/12), media-media Jerman melaporkan bahwa organisasi-organisasi kemanusiaan itu mengajukan tuntutan hukum. Tuntutan dilayangkan atas ekspor senjata ke Arab Saudi dan sekutunya yang terlibat dalam perang di Yaman.

Baca Juga

Tuntutan ini diberitakan oleh surat kabar Süddeutsche Zeitung dan dua stasiun televisi NDR dan WDR. Tuntutan difokuskan pada perusahaan pertahanan raksasa Jerman Rheinmetall dan pabrik pesawat Eropa, Airbus. Kantor pusat kedua perusahaan tersebut berada di Jerman.

Organisasi yang mengajukan tuntutan antara lain European Center for Constitutional and Human Rights (ECCHR) dan organisasi kemanusiaan Yaman, Mwatana. Mereka menuduh dua perusahaan tersebut membuat serangan terhadap warga sipil dimungkinkan.

Dalam dokumen tuntutan disebutkan serangan-serangan terhadap sekolah dan rumah sakit di Yaman hanya dimungkinkan jika menggunakan senjata dan teknologi yang dijual oleh Rheinmetall dan Airbus. Süddeutsche Zeitung, NDR, dan WDR melaporkan kedua perusahaan itu mengatakan tindakan mereka dalam menanggapi tuntutan ini akan sesuai hukum yang berlaku.

"Keputusan akhir tentang ekspor peralatan militer hanya dilakukan dengan persetujuan dari pemerintah Jerman. Jerman memiliki undang-undang ekspor senjata paling ketat di dunia," kata Airbus dalam pernyataan mereka.

Jerman memang memiliki undang-undang ekspor senjata paling ketat di dunia. Tapi itu tidak menghentikan kritikan terhadap pemerintah Kanselir Angela Merkel atas ekspor senjata terutama ke Arab Saudi. 

Tuntutan yang diajukan ke Mahkamah Internasional menyatakan tidak ada negara atau perusahaan yang dapat mengklaim mereka tidak tahu bagaimana senjata mereka digunkan di Yaman. Terutama setelah ada laporan dari Human Rights Watch tahun 2015 tentang serangan terhadap warga sipil.

Peraturan ketat Jerman melarang ekspor senjata ke negara yang terlibat konflik bersenjata. Kecuali jika mereka bertindak untuk melindungi diri sendiri.

Pada awal 2018, koalisi Merkel juga menandatangani kesepakatan yang melarang ekspor senjata ke negara yang terlibat 'langsung' dalam perang Yaman. Pada bulan Oktober di tahun yang sama Berlin membekukan penjualan senjata ke Arab Saudi setelah kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.

Namun pada awal tahun ini Deutsche Welle menemukan senjata-senjata dan teknologi produksi Jerman masih digunakan secara intensif di Yaman. Walaupun angka pemerintah menunjukkan Jerman telah menurunkan penjualan senjata ke Arab Saudi secara drastis pada semester pertama tahun 2019 ini.

Penjualan senjata ke Arab Saudi tidak sepenuhnya dihentikan. Sejak 2014 lebih dari 100 ribu orang tewas dalam konflik yang terjadi di Yaman. Perang yang sangat menghancurkan itu memicu krisis kemanusian terburuk di dunia. Kedua belah pihak yang berperang menyalahkan satu sama lain.

Sejak awal 2015 koalisi yang dipimpin Arab Saudi berperang melawan kelompok Houthi yang didukung Iran. Koalisi Arab Saudi diduga melancarkan serangan udara ke sekolah, rumah sakit, dan acara pernikahan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement