REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pasukan paramiliter China menggelar latihan anti-teror di wilayah pegunungan Pamir di Provinsi Xinjiang. Hal itu dilaporkan televisi pemerintah Cina, CCTV, pada Kamis (12/12).
Latihan dilakukan di ketinggian empat ribu meter dan akan berlangsung selama sepekan. Dalam latihan tersebut, pasukan mendaki gunung, menyeberangi sungai es, dan mengoperasikan pesawat nirawak atau drone untuk membidik kelompok penjahat dengan senjata curian.
Dalam video yang disiarkan CCTV, diperlihatkan bagaimana pasukan mengepung sebuah gubuk tempat para tersangka bersembunyi. Tembakan dilepaskan saat mereka berupaya melarikan diri dari tempat tersebut.
"Tujuan latihan itu adalah untuk memungkinkan pasukan berhasil dalam kondisi liar, asing, dan rumit," kata CCTV dalam laporannya. Tak dijelaskan mengapa latihan tersebut digelar di wilayah Xinjiang.
Xinjiang adalah wilayah yang saat ini sedang menjadi sorotan. Pemerintah China dituding membangun kamp-kamp interniran dan menahan lebih dari 1 juta Muslim Uighur. Pada November lalu, International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) telah mengungkap dokumen rahasia mengenai kebijakan China di Provinsi Xinjiang.
ICIJ mengatakan bahwa mereka memperoleh pedoman 2017 yang secara efektif berfungsi sebagai manual untuk mengoperasikan kamp-kamp yang berada di Xinjiang. Dalam dokumen tersebut terdapat instruksi tentang cara mencegah penghuni kamp kabur, menjaga kerahasiaan kamp, mengindoktrinasi tahanan, dan kapan membiarkan tahanan melihat kerabat atau bahkan menggunakan toilet.
Dokumen-dokumen lain yang diperoleh ICJ termasuk briefing intelijen. Dokumen tersebut menunjukkan bagaimana polisi telah dibimbing sistem pengumpulan dan analisis data besar-besaran dengan menggunakan kecerdasan buatan untuk memilih kategori penduduk Xinjiang yang harus ditahan.
Surat kabar The Guardian sebagai afiliasi dari ICIJ mengatakan Kedutaan Besar China di London membantah semua informasi tersebut. "Dokumen yang disebut bocor adalah murni bikinan dan berita palsu," kata mereka.
Sebelumnya New York Times telah merilis sekumpulan dokumen milik Pemerintah China yang bocor. Dokumen setebal 403 halaman itu diperoleh dari seorang anggota partai politik China. Di dalamnya dibahas mengenai bagaimana Presiden Xi Jinping menyerukan perang melawan terorisme habis-habisan dengan menggunakan sistem kediktatoran.
Xi pun menyinggung tentang Xinjiang yang dianggappnya telah tumbuh cepat. Standar hidup meningkat secara konsisten. Namun secara bersamaan separatisme etnis dan terorisme masih meningkat. "Ini menunjukkan pembangunan ekonomi tidak secara otomatis membawa ketertiban dan keamanan," katanya.
China telah berulang kali membantah adanya penganiayaan terhadap warga Uighur. Ia mengklaim kamp-kamp yang ada di Xinjiang merupakan fasilitas pendidikan vokasi. China pun selalu menyatakan bahwa kebijakan ketat mereka di Xinjiang telah membuahkan hasil positif. Satu di antaranya adalah tak adanya serangan teror selama tiga tahun terakhir.