Ahad 15 Dec 2019 05:10 WIB

Masa Transisi Brexit Masih Dibayangi Ketidakpastian

Analis memperingatkan akan ada lebih banyak drama politik dalam masa transisi Brexit.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Friska Yolanda
Seorang demonstran membawa bendera bertuliskan
Foto: AP Photo/ Kirsty Wigglesworth
Seorang demonstran membawa bendera bertuliskan

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Inggris berada di ambang pintu untuk meninggalkan Uni Eropa dalam beberapa pekan ke depan. Perdana Menteri Inggris terpilih Boris Johnson tengah bersiap memenuhi janji kampanye yakni menyelesaikan Brexit. Namun, para analis memperingatkan akan ada lebih banyak drama politik dalam masa transisi.

Direktur lembaga think thank Changing Europe, Anand Menon mengatakan, dalam jangka pendek pasca pemilihan umum, partai Konservatif cenderung akan fokus kepada bagaimana mereka telah berhasil memecah kebuntuan Brexit ketimbang mempersiapkan tantangan di masa depan. Menurutnya, pemerintah hanya fokus kepada persoalan Brexit saja.

"Pemerintahan akan macet di Brexit. Kami meninggalkan Uni Eropa pada 31 Januari, tetapi tujuan akhirnya tetap masih belum jelas seperti sebelumnya," ujar Menon, dilansir Aljazirah.

Dalam pidato kemenangannya, Perdana Menteri Johnson telah berjanji bahwa Inggris akan resmi meninggalkan Eropa pada 31 Januari 2020. Dia menjelaskan, ketika Brexit dijalankan maka Inggris akan meninggalkan serikat pabean dan pasat tunggal Uni Eropa, termasuk mengakhiri keseluruhan yuridiksi Pengadilan Eropa. Johnson mengatakan, periode transisi tidak akan diperpanjang melewati 2020.

Kepala negosiator Brexit untuk Uni Eropa, Michael Barnier mengatakan, rencana pemimpin Inggris untuk membangun hubungan baru dengan Eropa dalam 11 bulan sangat tidak realistis. Negosiasi semacam ini membutuhkan waktu beberapa tahun, karena akan ada tantangan secara teknis dan politis. Dia mencontohkan, kesepakatan pedagangan antara Uni Eropa dan Kanada membutuhkan waktu penyelesaian selama tujuh tahun.

"Kami akan melakukan semua yang kami bisa untuk mendapatkan apa yang saya sebut 'minimum vital' untuk membangun hubungan dengan Inggris jika itu adalah skala waktu," kata Barnier kepada sekelompok anggota senior Parlemen Eropa di Brussels awal pekan ini.

Jika Inggris dan Uni Eropa gagal menengahi perjanjian perdagangan pada akhir periode transisi, dan tidak ada perpanjangan, hubungan perdagangan antara pasangan akan secara default kembali ke ketentuan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Aturan yang sama akan mulai berlaku jika Inggris meninggalkan Uni Eropa sebelum periode transisi dimulai tanpa perjanjian penarikan. Ini merupakan sebuah skenario yang umumnya dikenal sebagai Brexit tanpa kesepakatan.

Selain itu, setiap perjanjian perdagangan juga perlu diratifikasi sebelum mulai diberlakukan. Proses ini biasanya berlangsung selama beberapa bulan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement