Ahad 15 Dec 2019 18:06 WIB

Pemimpin Hong Kong Carrie Lam Kunjungi China

Carrie Lam dijadwalkan Presiden China besok (16/12).

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Indira Rezkisari
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam
Foto: EPA-EFE/Jeon Heon-Kyun
Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengunjungi Beijing, China, pada Sabtu (14/12). Kedatangan Lam ke China merupakan kunjungan perdananya sejak mengalami kekalahan telak pada pemilu November lalu.

Lam akan berada di Beijing selama empat hari. Selama kunjungannya, dia dijadwalkan membahas situasi ekonomi dan politik Hong Kong dengan para pejabat China menyusul gelombang demonstrasi selama enam bulan terakhir.

Baca Juga

Dia pun diagendakan bertemu Presiden Cina Xi Jinping pada Senin (16/12). Pada pemilu November lalu, kandidat pro-demokrasi memenangkan 347 dari 452 kursi yang diperebutkan.

Hasil tersebut merupakan kemenangan besar. Sebab pada pemilu empat tahun lalu, pro-demokrasi hanya mendapatkan sekitar 100 kursi. Sebaliknya, menjadi kekalahan telak bagi pemerintahan Lam yang pro-Beijing.

Pekan ini, Lam mengatakan perombakan kabinet bukan tugas mendesak. Dia hendak memfokuskan upayanya untuk memulihkan hukum serta ketertiban di Hong Kong.

Namun Lam mengakui hasil pemilu mencerminkan ketidakpuasan masyarakat atas situasi dan kondisi yang melanda Hong Kong selama enam bulan terakhir. Gelombang demonstrasi yang masih berlanjut membuat perekonomian Hong Kong terpukul.

Aksi demonstrasi di Hong Kong telah berlangsung sejak Juni lalu. Pemicu utama pecahnya demonstrasi di Hong Kong adalah rancangan undang-undang (RUU) RUU ekstradisi. Masyarakat menganggap RUU itu merupakan ancaman terhadap independensi proses peradilan di sana.

Sebab jika disahkan RUU memungkinkan otoritas Hong Kong mengekstradisi pelaku kejahatan atau kriminal ke China daratan. Hong Kong telah secara resmi menarik RUU tersebut. Namun hal itu tak serta merta menghentikan aksi demonstrasi.

Massa menuntut Lam mundur dari jabatannya sebagai pemimpin eksekutif. Lam dianggap terlalu lekat dengan Beijing. Massa pun mendesak agar aksi kekerasan oleh aparat keamanan diusut tuntas, dikutip dari Reuters.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement