Senin 16 Dec 2019 15:41 WIB

Aktivis Sebut Kesepakatan COP25 Tidak Signifikan untuk Aksi Iklim

Konferensi iklim PBB COP25 telah berakhir, namun dianggap menghasilkan kesepakatan yang kurang signifikan. Aktivis menyuarakan kekecewaan mereka dan menyebut kesepakatan itu hanya berdampak kecil terhadap aksi iklim.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
REUTERS
REUTERS

Setelah lebih dari dua minggu proses negosiasi yang intens, negara-negara dalam Konferensi Iklim COP25 Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Madrid, Spanyol, menyetujui kesepakatan untuk meningkatkan target pengurangan emisi gas rumah kaca.

Namun organisasi dan aktivis lingkungan mengaku kecewa atas kegagalan negara-negara tersebut menguraikan tindakan nyata yang akan dijalankan pemerintah, sebelum konferensi iklim selanjutnya digelar tahun depan di Glasgow, Inggris.

Baca Juga

“Semangat positif yang melahirkan Perjanjian Iklim Paris terasa seperti ingatan yang jauh hari ini,” ujar Helen Mountford, wakil presiden untuk iklim dan ekonomi di World Resources Institute. “Alih-alih memimpin tuntutan untuk ambisi yang lebih besar, kebanyakan negara penghasil emisi tinggi, justru hilang dalam aksi.”

Dalam Conference of the Parties (COP) terpanjang yang pernah ada, yang seharusnya selesai pada Jumat (13/12), namun baru selesai pada Minggu (15/12) sore, masing-masing delegasi berdebat tentang masalah pendanaan bagi negara-negara berkembang untuk membantu mereka beradaptasi dengan dampak iklim dan kebijakan kontroversial tentang pasar karbon di dalam buku peraturan Perjanjian Iklim Paris.

Poin-poin utama tentang ketentuan pasar karbon termasuk:

  • Ketakutan perhitungan ganda, bahwa kedua negara yang menjual dan membeli kredit karbon akan menghitung pengurangan karbon sebagai bagian mereka.
  • Negara-negara, termasuk Brasil, mengharapkan bisa menjual kredit karbon lama yang berkaitan dengan pasar bekas di bawah protokol Kyoto.
  • Pasar karbon mengarah pada kurangnya ambisi dalam target iklim yang ditentukan secara nasional.

Tekanan dari pemuda dan masyarakat sipil

Negara-negara dalam COP25 tidak dapat mencapai kesepakatan tentang mekanisme pasar. Kesepakatan ini akan terus didorong sampai tahun depan, hingga pertemuan Konferensi Iklim COP26 tahun depan di Glasgow, Inggris untuk mengimplementasikan Perjanjian Iklim Paris.

Namun, para delegasi berhasil mencapai kesepakatan tentang ambisi mereka, yang merupakan salah satu elemen kunci dalam Perjanjian Iklim Paris yang akan membuat negara-negara menyesuaikan dan meningkatkan target pengurangan karbon setiap lima tahun.

Menteri Energi dan Perubahan Iklim Spanyol, Teresa Ribera mengatakan bahwa ada lebih banyak hasil positif ketimbang negatif yang dicapai dalam konferensi, meskipun begitu masih ada beberapa unsur yang hilang.

“Ada negara-negara besar yang tidak ingin mempercepat aksi iklim, meskipun demikian, kami berhasil mencapai seruan dan kesepakatan untuk meningkatkan aksi iklim dan melakukannya secara resmi yang dipimpin oleh sains,” ujar Ribera.

Para delegasi berada di bawah tekanan saat menjalankan Konferensi COP25, karena pemuda dan aktivis masyarakat sipil, termasuk aktivis lingkungan asal Swedia, Greta Thunberg, mengambil bagian dalam konferensi selama dua minggu tersebut untuk menuntut aksi nyata oleh para pemimpin dunia.

Namun, para aktivis tidak ikut dalam konferensi iklim hari Sabtu (14/12) karena mereka mengadakan rapat mereka sendiri, yakni ''Pleno Rakyat" untuk merayakan aksi protes yang dilakukan orang-orang di seluruh dunia, saat jutaan orang turun ke jalan tahun lalu.

Meskipun begitu, mereka juga mengkritik pemimpin yang terlibat dalam konferensi iklim COP25, dan menyebut konferensi tersebut sebagai kegagalan, bagi manusia dan planet.

“Kami disini untuk menunjukkan kekuatan rakyat untuk mengamanatkan keadilan iklim,” ujar Direktur Eksekutif Climate Action Network Canda, Catherine Abreu, kepada DW.

“Pemerintah dunia telah datang ke konferensi ini dan gagal untuk membela tuntutan yang telah disuarakan oleh masyarakat di jalan-jalan untuk tindakan perubahan iklim,” tambahnya.

Kekecewaan dan keputusasaan

Saat konferensi berlanjut hingga Sabtu (14/12) malam, para perwakilan dari negara-negara berkembang, termasuk Meksiko, Kolombia, dan Belize, mengekspresikan kekecewaan dan keputusasaan mereka terhadap pelemahan pesan yang mengacu pada target pengurangan emisi. Mereka mengatakan hal itu yang menyebabkan kurangnya ambisi untuk aksi iklim.

Utusan iklim Tina Stege, dari Kepulauan Marshall, salah satu negara yang telah terdampak oleh kenaikan permukaan laut sebagai akibat dari krisis iklim mengatakan bahwa negara-negara penghasil emisi tinggi perlu mengingat kembali janji mereka.

“Kita harus menyerukan lompatan kuantum ke arah yang lain,” ujar Stege. “Kami di sini dan akan berjuang dan dunia menyaksikan kami. Saya harus pulang ke rumah dan menatap mata anak-anak saya dan mengatakan bahwa kami keluar dengan hasil yang menjamin masa depan mereka dan masa depan semua anak.”

Negara-negara juga terbagi saat membicarakan masalah “kerugian dan kerusakan”, dan pendanaan yang akan mengkompensasi negara-negara yang telah terkena perubahan iklim.

Perwakilan dari hampir 200 negara mengambil peran dalam konferensi iklim PBB di Madrid, Spanyol. Mereka bertujuan untuk menyelesaikan “buku peraturan”, seperangkat pedoman yang akan digunakan untuk mengimplementasikan Perjanjian Iklim Paris tahun depan.

(pkp/rap)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement