Selasa 17 Dec 2019 05:19 WIB

Amnesty International: Lebih dari 300 Pengunjuk Rasa Tewas Akibat Tindakan Brutal Aparat Iran

Amnesty International menyebut jumlah korban tewas akibat demonstrasi November 2019 di Iran mencapai lebih dari 300 orang. Laporan ini juga mengemukakan banyak demonstran yang ditangkap dan diintimidasi.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
picture-alliance/abaca/Salampix
picture-alliance/abaca/Salampix

Amnesty International mengeluarkan laporan bahwa setidaknya ada 304 pengunjuk rasa yang tewas dan ribuan lainnya terluka oleh tindakan keras aparat Iran terhadap aksi unjuk rasa nasional, yang berlangsung antara tanggal 15 hingga 18 November 2019.

Jumlah ini naik hampir 100 orang dari pengumuman terakhir Amnesty pada dua pekan lalu, yakni 208 korban tewas. Sementara itu, perwakilan khusus Amerika Serikat (AS) untuk Iran mengatakan bahwa kemungkinan ada 1.000 orang yang telah terbunuh. Namun pemerintah Iran belum merilis angka kematian resmi.

Baca Juga

Amnesty International mengatakan telah mengumpulkan kesaksian mengerikan dan menganalisis rekaman yang mengungkap bagaimana militer Basij dan anggota Garda Revolusi membunuh ratusan pengunjuk rasa antara tanggal 15 hingga 18 November 2019.

“Penyebab kematian terbanyak yang dicatat oleh Amnesty terjadi akibat tembakan ke arah kepala, jantung, leher dan organ vital lainnya -- yang mengindikasikan bahwa pasukanan keamanan melakukan penembakan memang untuk membunuh,” jelas pihak Amnesty.

Amnesty mengatakan, pihak berwenang menerapkan tindakan keras berskala besar yang dirancang untuk menanamkan rasa takut dan mencegah siapa pun untuk berbicara tentang apa yang sebenarnya terjadi.

"Pihak berwenang Iran melakukan tindakan keras menyusul terjadinya protes nasional pada 15 November, menangkap ribuan pengunjuk rasa serta wartawan, pembela HAM dan mahasiswa untuk menghentikan mereka berbicara tentang penindasan kejam Iran," ujar Amnesty.

Amnesty menyebutkan bahwa beberapa orang telah ditangkap di rumah sakit dan tidak mendapat perawatan medis yang diperlukan di dalam tahanan, sementara yang lainnya dijemput dari rumah dan tempat kerja mereka.

Amnesty menambahkan dalam kasus lain, para tahanan dihilangkan secara paksa, disiksa atau ditahan tanpa bisa berkomunikasi dengan keluarga dan kuasa hukum.

Unjuk rasa besar-besaran awalnya dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar bersubsidi, namun dengan cepat berubah menjadi protes melawan pemerintah dan memburuknya ekonomi Iran, menyusul sanksi dagang yang dijatuhkan oleh AS.

Beberapa pejabat pemerintahan, termasuk pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, menyalahkan perusuh dan kekuatan asing atas terjadinya kerusuhan itu.

Media pemerintah telah menyerukan agar dijatuhkannya hukuman mati terhadap para pemimpin unjuk rasa. Informasi tentang unjuk rasa Iran lamban diketahui pihak-pihak di luar negeri karena karena jaringan internet diblokir selama beberapa minggu.

Amnesty mendesak Iran untuk segera dan tanpa syarat membebaskan semua orang yang telah ditahan secara sewenang-wenang dan meminta Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) untuk menyelidiki pembunuhan dan pelanggaran lainnya.

"Dunia tidak boleh berdiam diri ketika pemerintah Iran terus melakukan pelanggaran HAM yang meluas dalam upaya kejam mereka untuk menghancurkan perbedaan pendapat," kata Philip Luther, Direktur Penelitian Amnesty di Timur Tengah dan Afrika Utara.

(pkp)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement