Selasa 17 Dec 2019 11:29 WIB

PM India Keluhkan Demonstrasi UU Kewarganegaraan

Kritikus meyakini UU Kewarganegaraan untuk melenyapkan hak pilih Muslim di India.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Perdana Menteri India Narendra Modi
Foto: AP Photo/Mahesh Kumar A.
Perdana Menteri India Narendra Modi

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Perdana Menteri India Narendra Modi mengeluhkan aksi demonstrasi yang meluas akibat pengesahan undang-undang kewarganegaraan. Dia menyoroti tentang perusakan fasilitas dan properti publik selama unjuk rasa berlangsung.

"Protes kekerasan pada Undang-Undang (UU) Amandemen Kewarganegaraan disayangkan dan sangat menyusahkan. Debat, diskusi, dan perbedaan pendapat adalah bagian penting dari demokrasi, tapi tidak pernah ada kerusakan pada properti publik serta gangguan kehidupan normal menjadi bagian dari etos kami," ujar Modi melalui akun Twitter pribadinya pada Senin (16/12).

Baca Juga

Dia mengatakan UU Kewarganegaraan disahkan dua majelis parlemen India dengan dukungan luar biasa. Menurutnya, UU tersebut menggambarkan budaya penerimaan, harmoni, kasih sayang, dan persaudaraan India yang telah berusia berabad-abad.

"Saya ingin meyakinkan saudara saya orang India bahwa UU Kewarganegaraan tidak mempengaruhi warga negara India dari agama apa pun. Tidak ada orang India yang khawatir tentang UU ini. UU ini hanya untuk mereka yang telah menghadapi penganiayaan selama bertahun-tahun di luar dan tak memiliki tempat lain untuk pergi kecuali India," kata Modi.

Modi menilai saat ini adalah waktu untuk menjaga perdamaian, persatuan, dan persaudaraan. "Ini adalah seruan saya kepada semua orang untuk menjauh dari segala macam desas-desus serta kebohongan," ucapnya.

India telah mengesahkan Citizens Amendment Act pekan lalu. UU tersebut menjadi dasar bagi otoritas India untuk memberikan status kewarganegaraan kepada para pengungsi Hindu, Kristen, Sikh, Buddha, Jain, dan Parsis dari negara mayoritas Muslim, yakni Pakistan, Afghanistan, dan Bangladesh.

Status kewarganegaraan diberikan jika mereka telah tinggal di India sebelum 2015. Namun, dalam UU tersebut, tak disebut atau diatur tentang pemberian kewarganegaraan kepada pengungsi Muslim dari negara-negara terkait.

Hal itu seketika memicu aksi protes. Banyak kritikus meyakini bahwa pengesahan UU Kewarganegaraan merupakan langkah awal untuk melenyapkan hak pilih umat Muslim di India yang menjadi komunitas minoritas terbesar di negara tersebut.

Demonstrasi pun merebak ke sejumlah negara bagian di India. Kelompok mahasiswa turut terlibat dalam menentang UU tersebut. Aparat kepolisian sempat terlibat bentrokan dengan mahasiswa di Universitas Jamia Millia Islamia di New Delhi dan Universitas Muslim Aligarh di Uttar Pradesh akhir pekan lalu. Sedikitnya 100 orang mengalami luka-luka.

Partai oposisi utama India Congress Party turut mengkritik penerbitan UU Kewarganegaraan, termasuk usulan Daftar Warga Nasional atau National Register of Citizens (NRC). NRC mewajibkan setiap penduduk untuk membuktikan kewarganegaraan India-nya.

Para kritikus mengatakan kalangan non-Muslim pasti akan secara otomatis dicantumkan dalam daftar kewarganegaraan walaupun tak dapat membuktikan leluhur India mereka. Sementara umat Muslim mengahadapi beban jika gagal membuktikan kewarganegaraan atau leluhurnya.

"UU Kewarganegaraan dan NRC adalah senjata polarisasi massa yang dilepaskan oleh kaum fasis di India. Pertahanan terbaik terhadap senjata-senjata kotor ini adalah protes damai, tanpa kekerasan. Saya berdiri dalam solidaritas dengan semua yang memprotes secara damai," ujar pemimpin Congress Party Rahul Gandhi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement