Selasa 17 Dec 2019 12:30 WIB

Rusia dan China Usul Agar PBB Cabut Sanksi Korut

Rusia dan China mengusulkan pelonggaran beberapa sanksi terhadap Korut

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un mengendarai seekor kuda putih di Gunung Paektu, Korut. Foto dirilis pada Rabu (16/10). Rusia dan China mengusulkan pelonggaran beberapa sanksi terhadap Korut. Ilustrasi.
Foto: Korean Central News Agency/Korea News Service via AP
Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un mengendarai seekor kuda putih di Gunung Paektu, Korut. Foto dirilis pada Rabu (16/10). Rusia dan China mengusulkan pelonggaran beberapa sanksi terhadap Korut. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Rusia dan China mengusulkan pelonggaran beberapa sanksi terhadap Korea Utara (Korut), Senin (16/12) waktu setempat. Syaratnya, rezim Korut harus berkomitmen untuk resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai denuklirisasi.

Hal ini pun dinilai sebagai dorongan untuk pembicaraan kembali Washington dan Pyongyang. Rusia dan China meminta Dewan Keamanan PBB mencabut larangan Korut dalam mengekspor patung, makanan laut, dan tekstil. Rusia juga mendukung dialog lanjutan antara Korut dan Amerika Serikat (AS).

Baca Juga

Seorang pejabat Departemen Luar Negeri mengatakan Dewan Keamanan PBB seharusnya tidak mempertimbangkan "bantuan sanksi prematur" untuk Korut. Meski begitu, draf Rusia dan China yang diusulkan menyerukan larangan warga Korut yang bekerja di luar negeri, agar dihapuskan.

Pemutusan persyaratan 2017 itu, mengatakan bahwa semua pekerja tersebut harus dipulangkan pada pekan depan. Selain itu, kedua negara juga meminta PBB membebaskan proyek-proyek kerja sama kereta api dan jalan antar-Korea.

Kendati demikian, belum jelas kapan, atau jika, rancangan resolusi dapat diajukan ke pemungutan suara di Dewan Keamanan yang beranggotakan 15 orang. Sebuah resolusi membutuhkan sembilan suara yang mendukung dan tidak ada veto oleh Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Rusia, atau China untuk lolos.

"Kami tidak terburu-buru," ujar Duta Besar Rusia untuk PBB Nebenzia Vassily Alekseevich seperti dilansir Aljazirah, Selasa (17/12). Dia mengatakan negosiasi dengan anggota dewan akan dimulai pada hari ini. 

"Sanksi yang mereka usulkan untuk dicabut tidak terkait langsung dengan program nuklir Korut. Ini adalah masalah kemanusiaan," ujarnya menambahkan.

Nebenzia mengatakan rancangan resolusi itu bertujuan mendorong pembicaraan antara AS dan Korut. "Itulah seluruh gagasan, kami tidak melakukan resolusi ini meskipun kami benar-benar ingin memfasilitasi," kata dia.

Draf ini menyambut kelanjutan dialog antara AS dan Korut di semua tingkatan. Tujuannya adalah untuk membangun hubungan AS-Korut yang baru, membangun rasa saling percaya, dan bergabung dalam upaya membangun perdamaian abadi dan stabil di Semenanjung Korea secara bertahap.

Draf teks itu juga menyerukan dimulainya kembali perundingan enam negara yang melibatkan China, kedua Korea, AS, Rusia dan Jepang. Pembicaraan itu berlangsung dari 2003-2009.

Negosiasi nuklir sebagian besar terhenti sejak gagalnya pertemuan puncak Februari di Hanoi antara Presiden AS Donald Trump dan pemimpin Korut Kim Jong-un. Korut pada bulan-bulan berikutnya telah mengeluarkan deklarasi yang semakin berani yang mendorong AS untuk membuat konsesi pada akhir tahun sebagai syarat untuk melanjutkan pembicaraan. Korut juga telah melakukan 13 peluncuran rudal balistik sejak Mei.

Presiden Trump mengatakan dirinya akan sangat kecewa jika Korut melalukan hal yang di luar kendali. AS, kata dia, masih mengawasi aktivitas di negara itu dengan seksama.

AS, Inggris, dan Prancis bersikeras bahwa sanksi PBB tidak boleh dicabut sampai Korut menghentikan program nuklir dan balistik rudalnya. Pyongyang telah dikenai sanksi PBB karena program-program itu sejak 2006.

"Di Korut, seperti di masa lalu, sangat penting bahwa dewan mempertahankan persatuan," kata Duta Besar Jerman untuk PBB Christoph Heusgen, Senin.

China dan Rusia telah mengindikasikan bahwa mereka akan menolak sanksi lebih lanjut. Pada pertemuan dewan di Korut pekan lalu, Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun mengatakan sanksi harus disesuaikan untuk mencegah pembalikan dramatis dari situasi tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement