REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Amnesty International mencatat korban tewas akibat demonstrasi selama satu bulan di Iran sebanyak 304 orang. Sementara ribuan orang lainnya mengalami luka.
Organisasi hak asasi manusia yang berbasis di Inggris itu mengatakan jumlah korban tewas terbaru tercatat berdasarkan laporan yang diyakini dan atas kesaksian saksi mata. Meski demikian, angka sesungguhnya diprediksi lebih tinggi sebab pasukan keamanan terus menggunakan kekuatan mematikan untuk meredam demo.
Pihak berwenang telah menyatakan lebih dari tujuh ribu orang ditangkap selama aksi demonstrasi. Mereka termasuk jurnalis, aktivis, dan mahasiswa. Kini kelompok-kelompok hak asasi manusia khawatir para tahanan bisa saja dikenakan perlakuan buruk dan pelecehan.
Direktur Timur Tengah dan Afrika Utara di Amnesty International Philip Luther mengatakan para tahanan termasuk anak-anak berusia 15 tahun ditahan di tahanan dewasa pada fasilitas yang terkenal karena penyiksaannya, seperti penjara Fashafouyeh di Provinsi Teheran.
"Kami telah memverifikasi dan menganalisis rekaman video yang menunjukkan pasukan keamanan memukul, meninju, dan menendang tahanan yang diborgol," ujar Luther seperti dikutip Independent, Selasa (17/12).
Menurutnya, dalam belasan kasus lain didokumentasikan tahanan hanya memiliki sedikit atau tidak ada kontak dengan keluarga mereka sejak penangkapan. "Beberapa ditahan dalam kondisi yang sama dengan penghilangan paksa, yang berarti bahwa pihak berwenang telah menahan mereka tetapi menolak untuk memberikan informasi kepada keluarga tentang nasib atau keberadaan mereka," ujarnya menambahkan.
PBB mengutuk tindakan keras pihak berwenang Iran dalam menghadapi para demonstran. PBB menyatakan bahwa ada anak-anak di antara mereka yang terbunuh. Amnesty International mengatakan seorang bocah laki-laki berusia 15 tahun ditembak di Shiraz ketika ia melewati kerumunan protes dalam perjalanan pulang dari sekolah.
Protes nasional melanda di puluhan kota di Iran bulan lalu setelah pemerintah tiba-tiba menaikkan harga bahan bakar. Pasukan keamanan secara brutal menekan demonstrasi. Akses internet terputus selama beberapa hari di sebagian besar negara.