REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Vietnam berharap tahun depan China akan menahan diri di Laut China Selatan (LCS). Tahun ini kapal survei minyak China dan pengawalnya menghabiskan waktu berbulan-bulan di zona ekonomi eksklusif Vietnam.
Hanoi mengatakan apa yang dilakukan China telah melanggar kedaulatan mereka. Vietnam akan menjadi ketua Asosiasi Negara Asia Tenggara (ASEAN) 2020 yang digilir setiap tahunnya.
"Saya berharap selama kepemimpinan kami, China akan menunjukkan sikap membatasi dan menahan diri dari aktivitas-aktivitas ini," kata Deputi Menteri Luar Negeri Vietnam Nguyen Quoc Dung dalam ceramahnya di The Institute of Southeast Asian Studies, Singapura, Selasa (17/12).
Vietnam adalah negara Asia Tenggara yang paling menentang pergerakan China di LCS. Klaim China terhadap apa yang sebut Sembilan Garis Titik-titik atau Nine-Dash Line di LCS menjadi sumber ketegangan dengan negara-negara ASEAN seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei serta Amerika Serikat.
"Apa yang China lakukan sangat menggelisahkan dan juga mengancam tidak hanya Vietnam tapi juga negara-negara lain yang melihat potensi ancaman di masa depan," kata Quoc Dung.
Walaupun Vietnam menentang keras pergerakan China di jalur maritim yang sibuk itu, tapi sekutu terdekat Beijing di ASEAN menolak untuk memberikan peringatan atau aksi yang lebih keras. Saat ini kedua belah pihak sedang menegosiasikan kode etik di perairan tersebut.
Kementerian Vietnam mengatakan bukan berarti negara-negara ASEAN yang lain mendukung tindakan China. Tapi mereka tidak ingin melakukan protes dengan cara yang sama.
Setiap tahunnya nilai lalu lintas di LCS mencapai tiga triliun dolar AS. Perairan tersebut juga kaya minyak dan gas alam. LCS juga dikenal memiliki banyak sumber daya laut.
Setelah tiga bulan berlayar kapal survei minyak China Haiyang Dizhi 8 akhirnya meninggalkan zona ekonomi eksklusif Vietnam pada Oktober lalu. Beijing mengklaim mereka melakukan survei ilmiah di perairan China.