Rabu 18 Dec 2019 12:15 WIB

PM Modi Menentang Aksi Demo Tolak UU Anti-Muslim

Perdana Menteri India Narendra Modi bereaksi atas aksi protes UU Kewarganegaraan

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
Perdana Menteri India Narendra Modi bereaksi atas aksi protes UU Kewarganegaraan. Ilustrasi.
Foto: AP Photo/Mahesh Kumar A.
Perdana Menteri India Narendra Modi bereaksi atas aksi protes UU Kewarganegaraan. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Perdana Menteri India Narendra Modi bereaksi atas aksi protes yang meluas terhadap Amendemen Undang-Undang Kewarganegaraan India. Modi menentang aksi dari ribuan orang yang bertekad melakukan demo hingga regulasi yang dijuluki UU Antimuslim itu dicabut pemerintah.

Undang-undang tersebut menawarkan kewarganegaraan kepada non-Muslim dari tiga negara terdekat. Pemerintah mengatakan, akan melindungi orang dari penganiayaan. Namun, para kritikus menilai langkah India adalah bagian dari agenda nasionalis Hindu untuk memarjinalkan Muslim India.

Baca Juga

Modi mengatakan hukum tidak akan berdampak pada warga India termasuk Hindu, Muslim, Sikh, Jain, Kristen, dan Buddha. Menurutnya, opoisilah yang menyebarkan kebohongan dan desas-desus sehingga memicu kekerasan pada demo. "Oposisi menggunakan kesempatan dan kekuatan penuhnya untuk menciptkan suasana ilusi dan kepalsuan," ujar Modi dilansir BBC, Rabu (18/12).

Modi mengatakan UU Kewarganegaraan disahkan dua majelis parlemen India dengan dukungan luar biasa. Menurut dia, UU tersebut menggambarkan budaya penerimaan, harmoni, kasih sayang, dan persaudaraan India yang telah berusia berabad-abad.

"Tidak ada orang India yang perlu khawatir tentang UU ini. UU ini hanya untuk mereka yang telah menghadapi penganiayaan selama bertahun-tahun di luar dan tak memiliki tempat lain untuk pergi kecuali India," kata Modi.

Kendati demikian, demonstrasi terjadi hampir di kota-kota seluruh India. Para penentang mengatakan hukum itu bersifat ekslusif dan melanggar prinsip-prinsip sekuler yang diabadikan dalam konstitusi. Menurut para demonstran, keyakinan seseorang seharusnya tak dijadikan syarat kewarganegaraan.

Selain itu, penduduk di perbatasan khawatir dikuasai oleh pendatang baru dari Afganistan, Bangladesh, dan Pakistan. Kendati demikian, demonstrasi yang meluas yang diikuti mahasiswa tak berfokus pada hukum itu namun lebih kepada dugaan kebrutalan polisi terhadap para demonstran.

Ibu kota India, New Delhi telah dilanda aksi demo selama beberapa hari terakhir. Pada Ahad, aksi demo damai oleh para mahasiswa berakhir rusuh, dan meneybabkan puluhan orang terluka.

Pekan lalu, pemerintah mengesahkan undang-undang yang menawarkan amnesti kepada imigran ilegal non-Muslim dari Pakistan, Bangladesh, dan Afganistan. Undang-undang tersebut mengubah undang-undang kewarganegaraan India yang sudah berusia 64 tahun, yang melarang migran ilegal menjadi warga negara India.

Pengesahan RUU itu juga mempercepat jalan untuk seseroang ilegal mendapatkan kewarganegaraan India untuk anggota dari enam komunitas minoritas agama (Hindu, Sikh, Buddha, Jain, Parsi dan Kristen), jika mereka dapat membuktikan bahwa mereka berasal dari Pakistan, Afghnistan atau Bangladesh. Mereka kini hanya tinggal atau bekerja di India selama enam tahun, bukannya 11 tahun sebelum memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan kewarganegaraan.

Pemerintah, yang dipimpin oleh Partai Nasionalis Hindu Bharatiya Janata (BJP), mengatakan langkah ini akan memberi perlindungan kepada orang-orang yang melarikan diri dari penganiayaan agama. Namun, di bawah UU ini umat Muslim India akan diharuskan untuk membuktikan bahwa mereka memang adalah warga negara India.

Dengan demikian ada kemungkinan warga Muslim India justru akan kehilangan kewarganegaraan tanpa alasan. Parahnya, aturan ini tidak berlaku untuk agama lain, karena ada kejelasan alur dalam UU tersebut. Namun para kritikus mengatakan bahwa agenda sebenarnya adalah meminggirkan 200 juta minoritas Muslim India yang kuat di sana.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement