Rabu 18 Dec 2019 14:18 WIB

PBB Minta Krisis Pengungsi Jadi Tanggung Jawab Internasional

Sekjen PBB PBB Antonio Guterres minta negara-negara ambil tanggung jawab bersama

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Christiyaningsih
Pengungsi dari agama minoritas Yazidi membeli sayuran di Kamp Sharya di Duhok, Irak, Selasa (29/10). PBB minta krisis pengungsi jadi tanggung jawab internasional. Ilustrasi.
Foto: REUTERS/Ari Jalal
Pengungsi dari agama minoritas Yazidi membeli sayuran di Kamp Sharya di Duhok, Irak, Selasa (29/10). PBB minta krisis pengungsi jadi tanggung jawab internasional. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meminta negara-negara mengambil tanggung jawab bersama untuk menampung dan merawat pengungsi. Saat ini 80 persen pengungsi dunia tinggal di negara-negara miskin dan berkembang.

"Ini adalah momen untuk membangun respons yang lebih adil terhadap krisis pengungsi melalui pembagian tanggung jawab," kata Guterres saat membuka Global Refugee Forum di Jenewa, Swiss, pada Selasa (17/12) dikutip laman Aljazirah.

Baca Juga

Menurut dia, saat ini dunia berutang rasa terima kasih pada negara dan komunitas yang menerima pengungsi dalam jumlah besar. Apalagi mengetahui bahwa sebagian besar negara yang menampung pengungsi adalah negara miskin dan berkembang. Mereka kerap harus menanggung biaya ekonomi dan sosial yang besar.

Guterres menilai, diperlukan partisipasi lebih aktif dari negara-negara lain dalam menangani persoalan pengungsi. "Pada saat turbulensi ini, masyarakat internasional harus berbuat lebih banyak untuk memikul tanggung jawab ini bersama," ujarnya.

Forum global tentang pengungsi baru pertama kali diselenggarakan. Para kepala negara, menteri pemerintah, pemimpin bisnis, aktor kemanusiaan, termasuk perwakilan pengungsi diundang ke acara tersebut. Mereka diminta menawarkan atau mengusulkan gagasan tentang bagaimana menangani persoalan pengungsi.

Pendiri  Network for Refugee Voices Sana Mustafa adalah salah satu perwakilan pengungsi yang menghadiri Global Refugee Forum di Jenewa. Dia mengungkapkan, orang-orang yang menyusun kebijakan atau proyek belum tentu memiliki pengalaman dalam menangani persoalan pengungsi. Menurutnya, solusi itu tidak efisien.

"Agar solusi menjadi efisien, mereka harus mendapat informasi dengan baik. Jika kita tidak bekerja sama sekali, pemangku kepentingan, termasuk pengungsi sendiri, kita tidak akan pernah memiliki solusi berkelanjutan. Kami menuntut tindakan, bukan kata-kata. Kami tidak ingin ini hanya pertemuan lain," kata Mustafa.

Hal senada diungkapkan Mohammed Badran, pengungsi Palestina yang melarikan diri dari perang Suriah dan kini tinggal di Belanda. Menurutnya, tindakan konkret dalam menangani krisis pengungsi sangat diperlukan. "Kita tidak hanya butuh kata-kata kosong," ujarnya.

Pada akhir 2018, hampir 71 juta orang hidup dalam pemindahan paksa akibat perang, kekerasan, dan penganiayaan. Sebanyak 26 juta di antaranya melarikan diri melintasi perbatasan sebagai pengungsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement