REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Arab Saudi menolak hadir dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kuala Lumpur atau KL Summit. Seorang sumber di Saudi mengatakan, mereka mendapatkan undangan KTT tersebut, tetapi mereka menolak hadir dengan alasan pertemuan para pemimpin negara-negara Islam harus diadakan di bawah naungan Organisasi Konferensi Islam (OKI).
"Mereka sangat prihatin tentang hal itu," ujar sumber yang enggan disebutkan namanya tersebut.
Kantor berita pemerintah Saudi, SPA melaporkan, Raja Saudi, Salman bin Abdulaziz al Saud telah berbicara dengan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohammad pada Selasa (16/12) lalu melalui panggilan telepon. Dalam pembicaraan tersebut, Raja Salman menegaskan bahwa masalah yang berkaitan dengan negara-negara Islam harus didiskusikan melalui forum OKI.
Sementara itu, pusat komuniksi internasional pemerintah Saudi tidak memberikan komentar. Absennya Saudi menunjukkan terjadinya perpecahan dalam komunitas Muslim dunia. Seorang rekan senior di S. Rajaratnam School of International Studies and Middle East Institute di Singapura, James Dorsey berpendapat, negara-negara Islam terbagi dalam beberapa blok.
"Masalahnya adalah Anda punya blok. Ada blok Saudi-Uni Emirat Arab, blok Turki-Qatar, dan Pakistan berada di tengah," ujar Dorsey.
KTT KL adalah inisiatif Organisasi Non-Pemerintah, yang didukung Pemerintah Malaysia dan tidak dimaksudkan untuk menciptakan blok baru sebagaimana disinggung beberapa kritikusnya. KTT ini bukan platform untuk membahas tentang agama atau urusan agama, melainkan secara khusus untuk membahas keadaan urusan umat Islam. KTT tersebut diketahui telah memasuki edisi ke-5.
Saat ini umat Islam sedang dihadapkan dengan penindasan, seperti yang terjadi di Kashmir, kamp-kamp penahanan untuk Muslim Uighur di Xinjiang, dan keadilan untuk Muslim Rohingya. Selain itu, perang sipil yang mengakibatkan kehancuran total kota-kota dan negara-negara yang menyebabkan migrasi massal Muslim yang dipindahkan ke negara-negara non-Muslim. Hal itu menimbulkan kebangkitan Islamofobia.
KTT KL dijadwalkan berlangsung dari 18-21 Desember 2019. Dalam KTT ini Mahathir dan Presiden Turki Tayyip Erdogan akan memberikan pandangan mereka mengenai nasib umat Islam yang kini berada dalam penindasan. Selain itu, Presiden Iran Hassan Rouhani dan Emir Qatar Tamim bin Hamid Al-Thani dijadwalkan hadir dalam KTT tersebut.
Kantor perdana menteri Malaysia telah mengirim undangan kepada 56 negara anggota OKI. Namun, hanya sekitar 20 negara yang mengirim delegasinya. Sebelumnya, Mahathir membantah bahwa KL Summit merupakan pertemuan untuk menggantikan OKI.
Berbicara kepada Reuters pada pekan lalu, Mahathir mengaku frustasi dengan ketidakmampuan OKI untuk membentuk front persatuan dan bertindak tegas terhadap nasib umat Islam di seluruh dunia. Dalam wawancara tersebut, Mahathir mengatakan, dugaan perlakuan buruk terhadap Muslim Uighur di Xinjiang akan dibahas dalam KL Summit.