REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Pengadilan Filipina memutuskan ketua klan politik Ampatuan bersalah atas pembunuhan massal sepuluh tahun yang lalu. Pembantaian yang terjadi pada 2009 itu dikenal sebagai 'Pembantaian Maguindanao'.
Kamis (19/12) hakim di Manila memutuskan ketua klan Ampatuan adalah otak pembantaian kerabat lawan politiknya. Pelaku dinyatakan bertanggung jawab atas kematian 57 orang termasuk 32 jurnalis di selatan Provinsi Maguindanao.
Pembantaian tersebut menjadi kekerasan terburuk dalam pemilihan umum sepanjang sejarah Filipina. Berdasarkan jumlah jurnalis yang tewas juga membuat Pembantaian Maguindanao sebagai serangan terburuk terhadap pers di dunia.
Tiga orang generasi keluarga Ampatuan diadili dalam kasus yang menguji impunitas di Filipina. Di negara itu, kekuasaan di provinsi kerap diputuskan oleh korupsi, intimidasi, dan kekerasan.
"Kami mendukung vonis ini, tidak lebih, tidak kurang," kata seorang pengacara dalam kasus ini Nena Santos, usai vonis dibacakan, seperti dilansir dari Aljazirah, Kamis (19/12).
Para terdakwa membantah dakwaan berbagai tuduhan pembunuhan tersebut. Masing-masing mereka terancam hukuman 30 tahun penjara.
"Hal ini sangat penting karena jika tidak ada vonis maka artinya impunitas berlanjut, kebebasan pers mati dan proses demokrasi dipertaruhkan," kata Santos.
Ada 357 saksi dan 197 tersangka dalam kasus tersebut. Sebanyak 80 orang di antaranya masih buron. Pembantaian tersebut terjadi beberapa bulan sebelum pemilihan umum 2010.
Pada 23 November 2009 pagi, kerabat wali kota Esmael Mangudadatu sedang menuju ibu kota provinsi Maguindanao untuk menyerahkan dokumen pencalonannya sebagai gubernur. Mereka dihentikan sejumlah orang bersenjata di perbatasan kota Ampatuan, kota itu dinamakan dari klan Ampatuan.
Mangudadatu sendiri memutuskan untuk tinggal di rumah. Karena, ia menerima ancaman pembunuhan.
Mangudadatu mengirim istrinya yang sedang hamil dan beberapa kerabatnya yang perempuan. Ia yakin mereka tidak akan dilukai karena mereka perempuan. Untuk menambah perlindungan, ia juga mengundang sekelompok jurnalis dan pekerja media untuk meliput pencalonan pemimpin daerah.
Tapi rencana Mangudadatu tidak berlaku bagi sekelompok laki-laki bersenjata yang sudah diperintahkan untuk membantai konvoi tersebut. Kelompok itu membawa konvoi Mangudadatu ke sebuah lokasi di mana sudah ada tiga pemakaman massal yang disiapkan untuk para korban.