Impeachment di AS adalah proses konstitusional, di mana Kongres yang terdiri dari dua kamar, yaitu DPR dan Senat, mengajukan tuntutan terhadap pejabat sipil pemerintah yang diduga melakukan kejahatan.
Para pendiri negara AS memang memberikan wewenang kuat kepada Kongres untuk mencopot "presiden, wakil presiden, dan semua pejabat sipil Amerika Serikat" dari jabatannya jika dinyatakan bersalah atas "pengkhianatan, penyuapan, atau kejahatan berat dan pelanggaran ringan lainnya."
Jadi, melakukan impeachment berarti mengajukan gugatan seperti sebuah dakwaan di pengadilan. Namun, definisi "kejahatan tinggi dan pelanggaran ringan lainnya" memang terbuka untuk banyak penafsiran, dan jika seorang pejabat terkena proses pemakzulan, tidak berarti bahwa pejabat itu telah melanggar hukum legal.
Proses pemakzulan terhadap Presiden AS Donald Trump resmi dibuka oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS pada 18 Desember 2019.
Bagaimana prosedur selanjutnya?
Lembaga perwakilan rakyat AS yang disebut Kongres merupakan sistem dua kamar dan terdiri dari dari majelis rendah, yaitu DPR, dan majelis tinggi, yaitu Senat. Menurut konstitusi AS, DPR adalah "satu-satunya (lembaga dengan) wewenang impeachment." Yang bertanggung jawab atas proses itu di DPR biasanya Komisi Kehakiman.
Pada awalnya, DPR akan berdebat dan memutuskan apakah akan mengajukan pemakzulan atau tidak. Keputusan pemakzulan membutuhkan suara mayoritas. Jika disetujui, proses pemakzulan akan dibuka.
Sementara, Senat memiliki "wewenang tunggal untuk mengadili semua pemakzulan". Artinya, Senat yang bisa menjatuhkan "hukuman" atau "vonis", dalam hal ini pemecatan presiden dari jabatannya. Proses persidangan presiden akan dipimpin oleh Ketua Mahkamah Agung.
Agar presiden dicopot dari jabatannya, diperlukan dua pertiga mayoritas dari 100 kursi di Senat. Jika mayoritas itu tercapai dan dua pertiga anggota Senat menyatakan presiden telah "bersalah", presiden harus meletakkan jabatannya.
Proses "pengadilan" pemakzulan Presiden Donald Trump diperkirakan akan dimulai di Senat bulan Januari 2020.
Presiden ketiga yang menghadapi impeachment
Dalam sejarah AS, baru ada tiga presiden yang menghadapi pemakzulan: Andrew Johnson, Bill Clinton, dan sekarang Donald Trump. Baik Johnson maupun Clinton tidak dipecat dari jabatannya karena tidak ada cukup mayoritas di Senat yang mendukung vonis pemecatan.
Sementara, presiden Richard Nixon, karena yakin akan dimakzulkan dan dipecat dari jabatannya, sudah lebih dulu mengundurkan diri sebelum DPR mengajukan pemakzulan.
DPR AS sudah membuka proses pemakzulan lebih dari 60 kali terhadap pejabat tinggi. Namun hanya sepertiga dari kasus-kasus itu yang menghasilkan pemecatan penuh.
Dalam kasus aktual Donald Trump, partainya (Republik) saat ini memiliki mayoritas di Senat. Karena itu sangat tidak mungkin bahwa dia akhirnya akan dipecat dari jabatannya.
Sekalipun seorang presiden maupun pejabat tinggi sudah dipecat melalui proses impeachment, secara hukum legal dia belum dinyatakan bersalah, karena hal itu hanya bisa diproses dan diputuskan oleh pengadilan, bukan oleh parlemen.