REPUBLIKA.CO.ID, MOSCOW -- Presiden Rusia Vladimir Putin pada Kamis mengatakan bahwa Partai Demokrat AS memakzulkan Presiden Donald Trump dengan alasan "yang dibuat-buat" untuk memutarbalikkan kemenangannya pada pemilu 2016. Putin menuturkan bahwa ia berharap Trump mengikuti prosesnya dan tetap menjabat.
House of Representatives AS pada Rabu sepakat memakzulkan Trump, namun Putin menyebutkan dirinya berharap Senat Republik membuktikan bahwa Trump tidak bersalah. Ia mengatakan, pemakzulan adalah kelanjutan dari pertikaian intra-politik AS, di mana satu partai yang kalah dalam pemilu berupaya mencapai hasil dengan menggunakan metode dan cara yang lain.
Berdasarkan laporan VOA, Putin mencatat bahwa mosi pemakzulan belum lulus Senat di mana Partai Republik memiliki mayoritas. "Mereka tidak akan mungkin menghapus perwakilan dari partai mereka sendiri dari kantor pada apa yang menurut saya alasan yang sangat mengada-ada," kata dia.
Menurut Putin, lawan politik sebelumnya menuduh Trump berkonspirasi dengan Rusia. Ia mengatakan bahwa faktanya tidak ada konspirasi dan bahwa itu tidak dapat menjadi dasar untuk pemakzulan.
"Kini mereka memimpikan (ide) semacam tekanan yang diberikan terhadap Ukraina," kata Putin yang berbicara saat konferensi pers akhir tahun.
Meskipun begitu, Putin mengkritik Amerika Serikat secara umum atas apa yang ia sebut langkah tak bersahabat terhadap Rusia, dengan mengatakan Moskow mengadopsi kebijakan dengan melakukan hal yang sama. Secara khusus, ia menyatakan keberatan atas penolakan terkait usulan Moskow untuk memperpanjang pakta kontrol senjata New START, yang membatasi jumlah hulu ledak nuklir strategis yang dapat digunakan oleh kekuatan nuklir terbesar di dunia.
Trump dimakzulkan oleh House pada Rabu (18/12) waktu AS. Hal itu membuatnya menjadi kepala eksekutif Amerika ketiga yang secara resmi didakwa di bawah pemulihan utama Konstitusi untuk kejahatan berat dan pelanggaran ringan.
Pemakzulan itu merupakan hasil dari pemungutan suara terpecah nan bersejarah di AS pada Rabu malam. AS pun terbelah menyikapi tuduhan yang menyebut bahwa presiden ke-45 itu telah menyalahgunakan kekuasaan kantornya dengan meminta pemerintah asing untuk menyelidiki saingan politik menjelang pemilihan 2020 .
House kemudian menyetujui dakwaan kedua yang menyebut bahwa Trump menghalangi Kongres dalam penyelidikannya. Pasal-pasal mengenai pemakzulan, rujukan politis dari surat dakwaan, telah disampaikan ke Senat.