REPUBLIKA.CO.ID, KYIV -- Kasus pemakzulan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membuat Ukraina kembali mendapatkan sorotan perbincangan. Kondisi itu memicu tanggapan beragam dari masyarakat Ukraina.
Salah satu tanggapan yang terlihat di kalangan masyarakat Ukraina adalah rasa takut. "Kita sudah selesai. Jika Trump tetap berkuasa, dia akan memukul kita dengan keras," kata agen real estat di Kyiv Olena Zabuzhko, dikutip dari Aljazirah.
Pria berusia 48 tahun itu menyatakan, posisi Ukraina sebenarnya tidak menguntungkan. Ketika sanksi pemakzulan dapat terpenuhi, maka Partai Demokrat pun dapat mengincar pemerintahan Ukraina karena memberikan sinyal terhadap penyelidikan untuk mantan Wakil Presiden AS Joe Biden dan putranya.
Tapi, mantan diplomat dan penasihat pemerintah Ukraina Andriy Telizhenko yang memiliki hubungan dekat dengan pengacara pribadi Trump, Rudy Giuliani, dengan tegas menentang sudut pandang tersebut. "Tidak akan ada pembalasan politik terhadap Ukraina. Trump dan Gedung Putih ingin bekerja dengan Ukraina," katanya.
Penyelidikan pemakzulan telah membuat Ukraina secara politis terhimpit dan membahayakan upayanya melawan Rusia dan memulihkan kembali ekonomi. Peristiwa itu, menurut ahli Growford Institute Alexey Kushch menyatakan, menjadi iklan negatif paling mahal untuk satu negara dalam sejarah modern.
"Ada gumpalan toksisitas yang tidak hanya menyebar ke elit politik di Kyiv, tetapi juga menutupi seluruh Ukraina," kata Kushch.
Partai Demokrat yang menguasai House of Representatives menuduh Trump menekan Kyiv untuk menyelidiki putra Biden, Hunter. Mereka mengatakan, Trump membekukan bantuan militer senilai 390 juta dolar AS ke Ukraina sebagai ancaman. Penyelidikan pemakzulan pun berpusat pada percakapan telepon 25 Juli antara Trump dan Presiden Ukraina Volodymir Zelenskyy.