Jumat 20 Dec 2019 09:26 WIB

Pidato Bersejarah di Dresden Yang Jadi Penentu Reunifikasi Jerman

Enam minggu setelah Tembok Berlin terbuka, Kanselir Helmut Kohl 19 Desember 1989 datang ke kota Dresden dan mengucapkan pidatonya, yang jadi tonggak penting bagi proses penyatuan Jerman.

Rep: deutsche welle/ Red: deutsche welle
picture-alliance/dpa
picture-alliance/dpa

Pembukaan perbatasan Jerman Timur, yang dikenal sebagai peristiwa"Runtuhnya Tembok Berlin", membuka sejarah baru. Enam minggu setelah itu, pada tanggal 19 Desember 1989, untuk pertama kalinya Kanselir Jerman Helmut Kohl datang ke Dresden dan berpidato di hadapan ribuan warga Jerman Timur.

Sambutan warga saat itu, yang berkumpul di lapangan kota di depan puing-puing gereja Frauenkirche, sangat antusias. Tadinya Helmut Kohl hanya diagendakan meletakkan karangan bunga, mengenang hancurnya Frauenkirche pada Perang Dunia Kedua, ketika kota Dresden dihancurkan oleh pemboman bertubi-tubi pihak sekutu.

Baca Juga

Namun warga yang berkumpul menyambut pemimpin Jerman Barat itu langsung mengibarkan bendera dan menyerukan slogan "Persatuan! Persatuan! Sambil mengelu-elukan Helmut! Helmut!"

Helmut Kohl lalu berpidato selama 15 menit. Dia berterimakasih kepada warga Jerman Timur yang begitu berani melakukan aksi protes untuk meruntuhkan rezim sosialis yang otoriter dengan cara-cara damai.

Dia mengingatkan, bahwa masa depan dan proses penyatuan Jerman harus dirundingkan dengan negara-negara tetangga dan pihak Sekutu yang dulu mengalahkan Jerman: Amerika Serikat, Inggris, Prancis dan Rusia.

Peluang sejarah dan eforia reunifikasi

"Tujuan saya adalah, memanfaatkan peluang sejarah yang terbuka ini, untuk menyatukan bangsa kita", seru Kohl dari mimbar pidatonya. Warga Jerman Timur segera menyambutnya dengan tepukan gemuruh.

Namun di tengah eforia, muncul juga kekhawatiran dan banyak pertanyaan. Aktivis hak asasi Dresden, Annemarie Müller, berada di tengah massa pada malam itu dan mengenang: "Waktu itu saya berpikir, kalau saya sekarang bersuara kritis, massa mungkin akan memukuli saya. Eforia sangat besar saat itu dan orang-orang belum siap untuk berdiskusi".

Annemarie Müller dan banyak aktivis pro-demokrasi ketika itu sebenarnya berpikir untuk mempertahankan negara Jerman Timur yang demokratis.

Kontribusi warga Jerman Timur diabaikan

Kekhawatiran para aktivis terbukti belakangan. Sekarang pun, tigapuluh tahun setelah penyatuan kembali Jerman, banyak warga di bekas Jerman Timur yang merasa diabaikan. Peran besar Helmut Kohl dalam proses reunifikasi Jerman lalu dipertanyakan lagi.

Markus Merkel, politisi asal Jerman Timur, mengatakan: "Perlakuan terhadap para politisi Jerman Timur ketika itu, kalau melihat ke belakang, sungguh tidak baik. Karena semua orang menganggap, reunifikasi Jerman adalah jasa seorang saja, Helmut Kohl. Sehingga kontribusi warga Jerman Timur sendiri ketika itu diabaikan."

Penyatuan kembali Jerman memang meninggalkan luka yang sampai sekarang belum sembuh benar. Namun di seluruh dunia, penyatuan Jerman disambut luas sebagai sebuah proses damai dan contoh penting untuk sebuah revolusi tanpa pertumpahan darah. Di Dresden, jasa-jasa Helmut Kohl tetap dikenang. (hp/vlz)

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan deutsche welle. Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab deutsche welle.
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement