REPUBLIKA.CO.ID, Momen langka terjadi di ruang Dewan Keamanan PBB pada Kamis (19/12). Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk PBB Kelly Craft menghampiri Duta Besar Iran untuk PBB Majid Takht Ravanchi untuk mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya seorang balita di Iran.
Percakapan antara Craft dan Ravanchi terjadi seusai Dewan Keamanan menggelar sidang untuk membahas tentang kepatuhan Iran terhadap kesepakatan nuklir 2015 atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).
Dalam sidang itu, Ravanchi menceritakan kisah meninggalnya seorang anak perempuan berusia dua tahun bernama Ava di negaranya.
Anak itu meninggal pada Juni lalu karena mengidap penyakit langka yang dikenal dengan nama EB. Ravanchi menyalahkan sanksi yang diterapkan AS terhadap Iran sebagai penyebabnya.
"Sangat disayangkan bahwa intimidasi AS telah mengakibatkan penghentian ekspor obat-obatan tertentu ke Iran, menyebabkan mimpi buruk bagi beberapa pasien," kata Ravanchi.
Dia pun mencotohkan sebuah perusahaan Eropa, di bawah tekanan sanksi AS, telah berhenti mengekspor perban khusus untuk pasien yang menderita EB. "Suatu kondisi genetik langka yang mengakibatkan kulit melepuh dengan mudah," ucapnya.
Ravanchi kemudian mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa Ava, tidak dapat memperoleh perawatan yang dibutuhkannya.
Sementara itu Craft mengatakan kepada Dewan Keamanan bahwa negaranya bersedia terlibat dalam dialog dengan Iran. Tujuannya guna menegosiasikan kesepakatan yang lebih baik dan melayani perdamaian serta keamanan internasional. "Tetapi kita tidak akan duduk diam sementara Iran terus membuat wilayah itu tidak stabil," ujarnya.
Kendati menentang sikap Iran, tapi seusai persidangan Craft memberanikan diri untuk menghampiri Ravanchi. Dia mengucapkan belasungkawa atas meninggalnya Ava.
Juru bicara misi Iran untuk PBB Alireza Miryousefi mengatakan Craft dan Ravanchi hanya berbincang singkat. Mereka membahas tentang pasien EB yang terdampak sanksi AS.
"Tidaklah biasa bagi diplomat PBB yang terakreditasi di PBB untuk bertemu satu sama lain, atau bertemu secara singkat, di kantor pusat," ujar Miryousefi melalui akun Twitter pribadinya.
Interaksi langsung antara pejabat Iran dan AS memang sangat jarang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Kedua negara kerap terlibat ketegangan dalam berbagai isu regional dan global.
Namun ketegangan antara kedua mulai memuncak sejak Washington memutuskan hengkang dari JCPOA pada Mei tahun lalu.
Setelah menarik diri, AS kembali menerapkan sanksi ekonomi berlapis terhadap Iran. Sanksi tersebut membidik sektor energi, keuangan, dan industri logam serta otomotif Teheran.
AS kemudian mendorong Iran agar bersedia merundingkan kembali ketentuan dalam JCPOA. Namun Iran menolak dan mendesak Eropa, selaku pihak yang terllibat dalam JCPOA, agar melindungi aktivitas perekonomiannya dari sanksi AS.
Iran telah menangguhkan beberapa komitmennya dalam JCPOA, termasuk perihal pengayaan uranium. Teheran berjanji akan melanjutkan langkah tersebut jika Eropa gagal melindungi perdagangannya dari sanksi AS.