REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Polisi melarang pertemuan publik di beberapa bagian ibu kota India dan kota-kota lain, Jumat (20/12). Pemerintah India pun tetap memutus layanan internet untuk melawan protes yang berkembang terhadap undang-undang baru yang mendiskiminasikan Muslim.
Unjuk rasa pun masih terus berjalan pada Jumat. Ribuan orang berdiri di dalam dan di tangga Jama Masijd New Delhi yang merupakan salah satu masjid terbesar di India. Mereka mengibarkan bendera India dan meneriakkan slogan-slogan menentang pemerintah dan undang-undang kewarganegaraan.
Kepadatan itu terjadi ketika polisi melarang pawai yang akan dilakukan dari masjid ke daerah dekat Parlemen. Polisi pun menyemprot para demonstran dengan meriam air untuk mencegah demonstran bertemu dengan lebih banyak orang yang sedang berkumpul sekitar empat kilometer dari pusat kota Delhi.
Sebagian besar kekerasan terjadi di negara bagian utara Uttar Pradesh, tempat para pemrotes membakar pos-pos dan kendaraan. Mereka pun melemparkan batu ke arah pasukan keamanan.
Demonstrasi di India semakin membesar dan menambah jumlah korban meninggal dunia. Juru bicara Uttar Pradesh Avanish Awasthi menyatakan, sebanyak 14 orang telah meninggal dunia dan lebih dari empat ribu telah ditahan. Sebagian besar penahanan juga terjadi di Uttar Pradesh, lebih dari 100 telah ditangkap dalam sehari dan 3.305 ditahan sejak Kamis.
Di New Delhi, sekitar 10 ribu demonstran di luar Universitas Jamia Millia Islamia mengumpulkan tanda tangan untuk petisi menuntut undang-undang kewarganegaraan dihapuskan. Universitas adalah tempat bentrokan akhir pekan lalu di mana mahasiswa menuduh polisi menggunakan kekuatan berlebihan.
Kekerasan itu tidak terbatas di jalan-jalan. Video pengawasan yang didapatkan Associated Press menunjukkan polisi memasuki Rumah Sakit Highland di selatan kota Mangalore pada Kamis malam. Mereka menggunakan tongkat untuk membubarkan pengunjuk rasa yang telah berlindung di dalam.
Video itu memperlihatkan dua polisi mencoba menendang pintu bangsal rumah sakit dan mengejar orang-orang berlarian di koridor. Pengunjuk rasa pun melemparkan batu ke arah polisi dan kemudian menerobos masuk ke rumah sakit. Pegawai Mohammad Abdullah mengatakan polisi memasuki rumah sakit dan menembakkan peluru gas air mata.
Banyak pengunjuk rasa marah dengan undang-undang baru yang memungkinkan umat Hindu, Kristen, dan minoritas agama lainnya yang berada di India secara ilegal menjadi warga negara. Mereka hanya perlu menunjukan bukti pernah dianiaya karena agama di Bangladesh, Pakistan, dan Afghanistan.
Namun, hukum tersebut tidak berlaku bagi Muslim. Hal ini dinilai sebagai pelanggaran terhadap konstitusi negara dan menyebutnya sebagai upaya terbaru pemerintah Perdana Menteri Narendra Modi untuk memarjinalkan 200 juta Muslim di India.
Protes dimulai pekan lalu di negara bagian Assam di perbatasan timur laut dan di berbagai universitas dan komunitas Muslim di New Delhi. Sejak itu, protes tumbuh dengan melibatkan masyarakat India secara luas.
Demonstrasi yang berjalan pun terjadi di tengah penindasan yang sedang berlangsung di Kashmir yang mayoritas Muslim. Wilayah Himalaya ini dilucuti dari status semi-otonom dan diturunkan dari negara bagian ke wilayah federal.
India juga membangun pusat penahanan untuk beberapa orang yang telah ditetapkan pengadilan masuk secara ilegal. Menteri Dalam Negeri Modi Amit Shah telah berjanji untuk menggelar proses secara nasional. Namun, para kritikus mengatakan proses itu adalah rencana terselubung untuk mendeportasi jutaan Muslim dari India.