REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan Turki sudah tidak dapat menampung gelombang pengungsi baru dari Suriah. Erdogan menyatakan, lebih dari 80 ribu orang dari Idlib telah melarikan diri ke daerah-daerah dekat perbatasan Turki.
"Jika kekerasan terhadap orang-orang Idlib tidak berhenti, jumlah pengungsi akan meningkat lebih banyak lagi. Dalam hal ini, Turki tidak akan memikul beban migran sendiri. Efek negatif dari tekanan ini pada kami akan menjadi masalah yang dirasakan oleh semua negara Eropa, terutama Yunani," ujar Erdogan dilansir BBC.
Erdogan memperingatkan apabila persoalan pengungsi ini tidak ditangani maka dapat terjadi krisis migran seperti pada 2015. Ketika itu, lebih dari satu juta orang melarikan diri ke Eropa.
Erdogan mengatakan delegasi Turki akan pergi ke Moskow untuk membahas situasi di Suriah. Gencatan senjata yang dinegosiasikan oleh Rusia dan Turki menghentikan serangan pemerintah Suriah terhadap Idlib pada Agustus. Tapi pertempuran dan pemboman masih terjadi hampir setiap hari.
Turki ingin para pengungsi Suriah kembali ke "zona aman" di timur laut Suriah yang direbut dari pasukan pimpinan Kurdi pada Oktober. Erdogan telah menyerukan dukungan untuk rencana tersebut.
"Kami menyerukan negara-negara Eropa untuk menghentikan pembantaian di Idlib, daripada mencoba memojokkan Turki dengan langkah-langkah yang diambil di Suriah," kata Erdogan.
Diketahui, serangan Turki di Suriah utara mengundang kecaman internasional yang meluas. Sementara rencana zona aman yang didengungkan oleh Turki hanya mendapat sedikit dukungan dari sekutu.