REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Perampok memanfaatkan kerusuhan protes Hong Kong untuk melakukan aksi kejahatan. Mereka menyerbu toko-toko dengan pakaian yang menyerupai demonstran, menggunakan topi dan masker wajah.
Salah satu yang menjadi sasaran empuk adalah penjual jam tangan mewah. Peristiwa yang tidak bisa ditampik ketika segerombol orang bertopeng memegang palu besar menghancurkan pintu toko arloji, memegang parang di tenggorokan pemilik toko, mengambil arloji bernilai ribuan dolar, dan kemudian menyebar ke penjuru kota.
Kurang dari dua pekan kemudian, perampok bersenjata menyerang lagi. Kali ini, para pedagang arloji Kowloon melawan balik. Di antara mereka adalah penjual arloji yang telah menyaksikan perampokan sebelumnya.
Pemilik toko Past & Future Times melawan gerombolan dengan memanfaatkan pipa besi. "Aku mendengar‘ Boom! Ledakan! Boom! Orang-orang berteriak, " kata pedagang itu yang memiliki marga Pan.
Setelah kejadian itu, Pan sekarang menyimpan golok daging besar di laci meja depan. Dia pun telah melindungi tokonya dengan pintu ganda baru dan kaca yang keras.
"Semua toko keluar untuk membantu. Kami sangat bersatu sekarang," kata Pan.
Kerja sama antar pedagang menjadi kunci. Sebab, pasukan polisi yang beranggotakan 30 ribu orang di Hong Kong sibuk menghadapi protes setengah tahun. Kondisi itu membuat perampok bersenjata dan pencuri mengeksploitasi kekosongan polisi yang banyak ditugaskan mengendalikan kerusuhan.
"Kami dulu kota yang sangat aman, enam bulan lalu. Tetapi bagaimanapun juga kami menghadapi banyak tantangan," kata juru bicara kepolisian Kepala Inspektur Kwok Ka-chuen.
Petugas telah dialihkan dari pencegahan kejahatan untuk bertempur di jalanan dengan demonstran yang menggunakan bom bensin dan menghancurkan properti. Petugas penjara dan agen bea cukai dan imigrasi telah dilibatkan untuk meningkatkan jajaran polisi. Tagihan lembur polisi telah melonjak, mendekati 1 miliar dolar Hong Kong.
Patroli polisi yang biasa dilakukan pagi dan sore, melewati toko arloji di Kowloon berhenti tiba-tiba pada Agustus. Kondisi ini terjadi setelah gerakan protes semakin besar dan keras.
"Ini protes. Itu menjadi berbahaya. Polisi tidak lagi keluar. Mereka tidak punya cukup orang," ujar pemilik toko arloji May Chaan.
Pada paruh pertama 2019, polisi mencatat 44 perampokan atau sekitar satu setiap empat hari. Namun, jumlahnya melonjak menjadi 126, lebih dekat dengan satu perampokan per hari, dari Juli hingga November ketika protes dan kekerasan meningkat.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama 2018, perampokan meningkat sebesar 147 persen. Pencurian juga meningkat dalam lima bulan terakhir, menjadi 1.270 atau delapan per hari. Angka ini dua kali lipat jumlah untuk periode yang sama tahun 2018.
Beberapa pengunjuk rasa mencurigai polisi menutup mata terhadap perampokan untuk memperkuat argumen pemerintah Hong Kong bahwa protes merusak kota. Tuduhan itu dibantah oleh kepolisian.
Tapi, setelah protes berjalan pada pekan-pekan terakhir, penjual arloji Jan Leung mengatakan dia tidak melihat ada patroli polisi di jalan Kowloon. Bahkan kondisi itu tetap sama setelah dua perampokan terjadi di dekat tokonya.
"Sekarang sangat damai. Tidak ada yang terjadi. Tetapi masih belum ada polisi. Mengatakan bahwa polisi sibuk dengan protes itu alasan," kata Leung.
Untuk mengatasi masalah itu, para pedagang arloji telah lebih mempersiapkan diri. Mereka menyewa keamanan pribadi dan telah memasang sistem alarm sehingga mereka dapat saling mengingatkan jika diserang.