REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejak pecahnya konflik Israel-Palestina berkecamuk, banyak kalangan umat Muslim yang gencar mengkampanyekan untuk memboikot produk-produk Israel dan sekutunya sebagai bentuk solidaritas terhadap Palestina.
Namun uniknya, gerai-gerai McDonald’s di Mesir sepertinya berbeda dari deretan gerai restoran ayam asal Amerika itu di berbagai dunia. Namun tak seperti pada umumnya, mayoritas McDonald’s di Mesir ternyata berbahan baku lokal.
Menurut Rashid Satari dalam bukunya Egyptology, McDonald’s di Mesir menggunakan 80-90 persen bahan bau lokal Mesir. Seperti susu, salada, tomat, daging sapi, hingga daging ayam. Hanya sekitar 10 persen saja bahan bakunya yang impor berupa fillet ikan dan keju.
Masyarakat Mesir umumnya mengetahui bahwa McDonald’s di Negeri Nabi Musa AS itu 100 persen milik keluarga Mesir dan mempekerjakan lebih dari 3.000 karyawan yang juga seluruhnya warga Mesir.
Perusahaan-perusahaan ini pun aktif dalam berbagai kegiatan sosial dan pendidikan di Mesir, salah satunya adalah dengan memberikan donasi kepada pembangunan rumah sakit kanker khusus anak. Tercatat hingga 2012, sebesar 4 juta pound Mesir atau sekitar Rp 6,3 miliar telah digelontorkan untuk rumah sakit tersebut.
Ciri inilah yang barangkali menjadi faktor penyelamat gerai-gerai McDonald’s, khususnya ketika pecah perang Israel-Palestina, ataupun pada meletusnya revolusi Mesir di Januari 2011 lalu. Kendati gerai McDonald’s berseliweran di Mesir, masyarakat Mesir umumnya lebih bergantung pada isy.
Isy sendiri merupakan makanan pokok masyarakat Mesir, seperti eksistensi beras jika disamakan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Isy berbentuk bundar pipih dan terbuat dari gandum. Isy dimakan dengan cara disobek, dan kadang diberikan toping tertentu sesuai dengan selera masyarakatnya.