REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Delegasi Turki sedang berada di Rusia untuk membahas Suriah. Perundingan ini digelar setelah ada laporan serangan yang didukung Rusia telah memaksa puluhan ribu warga Suriah melarikan diri ke arah Turki.
Turki menjadi penampung pengungsi Suriah terbesar di dunia. Saat ini mereka menampung 3,7 juta pengungsi Suriah. Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan tidak lagi mampu menangani gelombang pengungsi baru.
Ia juga telah mendesak Rusia untuk menghentikan serangan di barat laut Provinsi Idlib. Organisasi kemanusiaan yang bermarkas di Turki Humanitarian Relief Foundation (IHH) mengatakan sekitar 120 ribu warga Suriah telah melarikan diri ke arah perbatasan Turki.
Angka itu lebih banyak dibandingkan yang diperkirakan Erdogan sebelumnya yakni 80 ribu orang. Juru bicara PBB Stephane mengatakan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meminta agar serangan segera dihentikan karena pada pekan ini saja sudah memaksa 30 ribu orang mengungsi.
"Sekretaris Jenderal mengingatkan semua pihak atas kewajiban mereka untuk melindungi warga sipil dan memastikan kebebasan bergerak," kata Dujarric dalam pernyataannya Selasa (24/12).
Presiden Suriah Bashar al-Assad bersumpah untuk merebut kembali wilayah Idlib. Idlib adalah wilayah penting terakhir yang masih dikuasai pemberontak dalam perang yang berlangsung delapan setengah tahun terakhir.
Rusia dan Iran mendukung pasukan Assad dalam konflik Suriah. Sementara Turki mendukung pemberontak Suriah untuk berperang melawan Assad.
Aktivis dan kelompok kemanusiaan mengatakan pesawat jet tentara Rusia dan Suriah menyerang konvoi warga sipil yang melarikan diri dari kota Maarat al-Numan, Provinsi Idlib. Serangan itu membuat ratusan keluarga terjebak di sana.
"Ini situasi yang tragis bagi warga sipil yang masih berada di kota itu karena jet Rusia menyerang konvoi apa pun yang meninggalkan kota, sementara mereka yang dapat mencapai wilayah yang lebih dekat dengan perbatasan tidak memiliki tempat tinggal sementara," kata aktivis di wilayah itu Mohammad Rasheed.