Kamis 26 Dec 2019 04:00 WIB

Paus: Perubahan Dimulai dari Hati Setiap Individu

Dalam khotbah Natal, Paus menyerukan perdamaian di negara yang terlibat konflik.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Dwi Murdaningsih
Paus  Fransiskus melambaikan tangan ke arah jemaat saat menyampaikan pesan natal
Foto: Yara Nardi/Reuters
Paus Fransiskus melambaikan tangan ke arah jemaat saat menyampaikan pesan natal

REPUBLIKA.CO.ID, VATICAN CITY - Paus Franciskus memulai perayaan Natal dengan menjalani misa tengah malam di Vatikan pada Selasa (24/12) malam waktu setempat. Dalam khotbah tahun ini, Paus menyerukan agar orang-orang tidak menunggu orang lain berbuat baik sebelum berbuat baik kepada mereka.

Pesan Natal tahun ini juga untuk mengubah diri sendiri sebelum berusaha mengubah orang lain, gereja atau dunia yang lebih luas. Paus Francis mendorong masyarakat dunia memancarkan cahaya Natal agar dapat menembus 'sisi gelap hati manusia' yang bisa mengarah pada persekusi, ketidakadilan sosial, konflik bersenjata, dan ketakutan akan migran.

Baca Juga

Dalam pesan Natal “Urbi et Orbi” (kota dan dunia), Paus berusia 83 tahun itu menyerukan perdamaian di Yerusalem, Suriah, Lebanon, Yaman, Irak, Venezuela, Ukraina, dan beberapa negara di Afrika yang terlibat konflik.

Pesan yang ditujukan kepada belasan ribu orang di Lapangan Santo Petrus serta jutaan orang yang menonton ataupun mendengarkan khotbahnya di seluruh dunia itu adalah bahwa perubahan dimulai dari hati setiap individu.

Francis juga secara khusus menyebut soal persekusi terhadap umat Kristiani yang dilakukan oleh kelompok militan di Burkina Faso, Mali, Niger, dan Nigeria. Dia memohon kepada Tuhan untuk menghilangkanpenderitaan mereka.

Pada 1 Desember lalu, setidaknya 14 orang ditembak mati dalam sebuah serangan di gereja di bagian timur Burkina Faso, di mana kelompok radikalis Islam memicu ketegangan etnis dan agama.

Francis, yang telah dicemooh oleh para politisi populis karena pembelaannya terhadap pengungsi dan migran, mendedikasikan satu bagian khotbahnyakepada para pengungsi dan migran yang menderita. “Ini adalah ketidakadilan karena membuat mereka harus menyeberangi padang pasir dan lautan yang menjadi pemakaman,” ucap Francis.

“Ini adalah ketidakadilan karena memaksa mereka bertahan dari bentuk kekerasan yang tak terucap, perbudakan, dan berbagai macam kekejaman tak manusiawi di kamp penahanan,” kata dia.

Bulan ini, Francis telah meminta penutupan kamp penahanan migran di Libya. “Ini adalah ketidakadilan karena menjauhkan mereka dari tempat yang bisa saja memberikan harapan akan kehidupan yang lebih baik, namun justru mereka berada di hadapan dinding yang tak diperhatikan,” ujar ia.

Dia menyebut bahwa ketika ada banyak masalah di dunia, orang-orang tidak berpikir lebih jauh untuk memperbaiki ketidakadilan. Padahal, menurutnya, mereka bisa membuat perubahan di komunitas mereka sendiri sebagai langkah awal menyembuhkan semua “anggota keluarga yang menderita.”

Paus telah menggunakan misa untuk membahas peristiwa tahun sebelumnya. Pada 2017, ia berbicara tentang jutaan migran dan pengungsi yang diusir dari rumah mereka. Pada tahun 2018, Paus menyoroti kemiskinan global, dan dunia.

"Beberapa makan dengan mewah sementara terlalu banyak orang yang makan tanpa roti setiap hari yang diperlukan untuk bertahan hidup," kata Paus kala itu.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement