Jumat 27 Dec 2019 10:18 WIB

Pengunjuk Rasa Belarus Dijatuhi Hukuman Penjara dan Denda

Pengadilan di Belarus menjatuhi hukum penjara pada 20 pengunjuk rasa

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Belarus Alexander Lukashenko memicu protes. Pengadilan di Belarus menjatuhi hukum penjara pada 20 pengunjuk rasa. Ilustrasi.
Foto: Michael Klimentyev/EPA
Pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Belarus Alexander Lukashenko memicu protes. Pengadilan di Belarus menjatuhi hukum penjara pada 20 pengunjuk rasa. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, MINSK -- Pengadilan di Belarus menjatuhi hukum penjara 20 orang yang berpartisipasi dalam unjuk rasa menentang kedekatan dengan Rusia. Mereka dijatuhi hukuman penjara singkat dan dikenai denda.

Pada awal bulan ini warga Belarus menggelar protes yang dipicu dua kali pertemuan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Belarus Alexander Lukashenko. Banyak warga Belarusia yang khawatir pertemuan itu membukakan jalan bagi Rusia untuk mengambilalih negara mereka. 

Baca Juga

Pemerintah mengatakan pertemuan tersebut untuk memperkuat hubungan ekonomi. Kekhawatiran itu dipicu oleh pencaplokan yang dilakukan Rusia di Krimea, Ukraina.

Pada Jumat (27/12) pengadilan di ibukota Minsk, Belarus menjatuhkan hukuman 15 hari hukuman penjara dan denda setara 610 dolar AS kepada penyelenggaran unjuk rasa Pavel Severinets. Sekitar 20 orang yang berpartisipasi dalam unjuk rasa juga dijatuhi hukuman penahanan dan denda. 

Lukashenko yang berkuasa selama seperempat dekade kurang toleran dengan perlawanan. Ia mengungkapkan subsidi dan pinjaman dari Rusia membuat perekonomian negaranya tetap mengambang.

Baru-baru ini Rusia menaikkan harga produk energi dan memotong subsidi untuk Belarus agar negara itu bersedia semakin mendekatkan diri pada integrasi. Tapi pemimpin-pemimpin Belarus menolak tawaran Rusia.

Mereka bersumpah untuk mempertahankan kemerdekaan Belarus. Pihak berwenang Belarus mengizinkan unjuk rasa dilanjutkan. Ini toleransi yang tidak biasa di negara yang polisinya kerap membubarkan unjuk rasa.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement