Jumat 27 Dec 2019 16:39 WIB

Pemerintah Cari Tahu Keberadaan Satu WNI di Filipina

Satu WNI ditawan oleh kelompok Abu Sayyaf.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Muhammad Hafil
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi memberikan sambutan pada acara penyerahterimaan WNI yang sempat disandera kelompok Abu Sayyaf Filipina di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis (26/12).
Foto: Republika/Prayogi
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi memberikan sambutan pada acara penyerahterimaan WNI yang sempat disandera kelompok Abu Sayyaf Filipina di Kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta, Kamis (26/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia masih belum mengetahui keberadaan satu warga negara Indonesia (WNI) yang masih ditawan oleh kelompok teroris Abu Sayyaf. Itu karena keberadaan kelompok tersebut selalu berpindah-pindah.

"Kita masih terus berkoordinasi dengan pemerintah dan otoritas Filipina mengenai keberadaannya dulu," jelas Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Kemanan, Jakarta Pusat, Jumat (27/12).

Baca Juga

Retno menerangkan, pemerintah Indonesia lebih mengedepankan untuk mencari tahu keberadaan WNI yang berprofesi sebagai nelayan itu terlebih dahulu. Menurutnya, keberadaan kelompok Abu Sayyaf terus berpindah-pindah.

"Sebelum tau kondisinya, keberadaannya ada di mana (lebih dulu dicari tahu) karena mereka kan seperti biasa berpindah-pindah terus," ujar dia.

Di sampingi itu, dua WNI yang juga disandera Abu Sayyaf telah resmi kembali ke keluarga masing-masing. "Saya lakukan komunikasi dengan Menteri Pertahanan Filipina dalam upaya satu sandera lagi Muhammad Farhan putra dari Maharudin," ujar Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi dalam konferensi pers, Kamis (26/12).

Maharudin Lunani berusia 48 tahun dan Samiun Maneu tahun 27 selama 90 hari menjadi sandera. Ketiga orang tersebut, termasuk Farhan yang belum dibebaskan, merupakan korban sandera Kelompok Abu Sayyaf di Filipina.

Tiga orang WNI yang menjadi sandera tertangkap Kelompok Abu Sayyaf ketika tengah mencari ikan di perairan Lahad Datu, Malaysia, pada September 2019. Kemudian, mereka dibawa ke Sulu yang merupakan sebuah provinsi di Filipina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement