Sabtu 28 Dec 2019 06:51 WIB

Mati Harus Ditebus Mahal di Venezuela

Kematian telah menjadi beban keuangan bagi banyak orang miskin di Venezuela

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Krisis Venezuela. Kematian telah menjadi beban keuangan bagi banyak orang miskin di Venezuela. Ilustrasi.
Foto: Reuters
Krisis Venezuela. Kematian telah menjadi beban keuangan bagi banyak orang miskin di Venezuela. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, MARACAIBO -- Kematian telah menjadi beban keuangan yang luar biasa bagi banyak orang miskin di Venezuela. Memenuhi kebutuhan sehari-hari sungguh berat untuk dilakukan dan kematian harus ditebus dengan harga yang tidak murah pula.

Biaya mengangkut jenazah dan membeli peti mati serta penguburan untuk pemakaman bisa mencapai ratusan dolar atau lebih. Di Venezuela, sebagian besar mendapat upah minimum sekitar tiga dolar Amerika Serikat (AS) per bulan karena hiperinflasi yang terjadi.

Baca Juga

Bagi banyak orang di Maracaibo, salah satu kota terbesar di negara itu, kehancuran ekonomi Venezuela dalam lima tahun terakhir sangat memukul. Setelah menjadi pusat kaya minyak, produksi di bawah dua dekade pemerintahan sosialis telah anjlok.

Orang miskin dan kaya di Maracaibo hidup dengan listrik yang dijatah. Meskipun minyak di kawasan itu berlimpah, mereka sering menunggu dalam antrean berhari-hari untuk mengisi bahan bakar kendaraan.

Di antara pergumulan hidup, terlalu sering muncul kebutuhan untuk menyediakan kebutuhan pemakaman kerabat. Beberapa mengatasi beban keuangan atas kerabat yang meninggal dengan menyewa peti mati, pilihan yang lebih murah daripada membeli. Lainnya beralih ke tukang mayat amatir yang membalsem tubuh di rumah dan mengubah furnitur kayu menjadi peti mati.

Aktivis komunitas Carolina Leal telah berperan sebagai direktur pemakaman di lingkungan Maracaibo yang miskin dan sering kejam di Altos de Milagro Norte. Leal mengatakan polisi hanya mau terlibat memberikan keadilan jalanan parah.

Padahal terlalu banyak yang meninggal karena penyakit yang panjang dan menyakitkan seperti AIDS dan TBC. Leal juga menyaksikan kematian akibat kekurangan gizi dan keracunan dari orang-orang yang memakan sampah di jalan.

"Perkampungan kumuh di sini telah berubah menjadi neraka. Beberapa mayat membusuk di rumah karena pejabat yang kami minta tidak membantu. Ini menyebalkan," kata Leal.

Leal pun membentuk tim dengan dua tetangga lain yang menggunakan keterampilan unik mereka untuk membawa martabat kepada orang meninggal. Satu bulan yang sibuk baru-baru ini, Leal mengatakan telah mengurus 12 pemakaman.

Setelah mengetahui kematian, tukang kayu Arturo Vielma yang merupakan tim Leal, mengunjungi rumah keluarga yang sedang berduka. Dia akan menanyakan perabot kayu apa, seperti meja atau lemari, yang dapat disisihkan untuk dibuat peti mati.

Roberto Molero selanjutnya datang untuk membalsem tubuh mayat. Padahal dia tidak pernah mendapatkan pelatihan dan hanya melihat saja kerena bekerja sebagai sopir di rumah duka.

Molero pun menggunakan peralatan seperti jarum dan benang jahit untuk menjahit wajah-wajah mayat yang terbunuh dalam bentrokan keras dengan polisi. Dia mengenakan biaya yang setara dengan lima dolar AS untuk jasa tersebut.

"Tidak semua orang bisa membayar itu, jadi beberapa aku sudah melepaskannya secara gratis. Apa yang akan kamu lakukan jika kita tumbuh bersama?" kata Molero.

Kontribusi Leal berasal dari peran sebelumnya sebagai penegak partai sosialis. Dia mengatakan telah meninggalkan masa lalu yang penuh kekerasan, tetapi, tidak malu untuk membujuk pejabat di kantor walikota untuk menyediakan tempat pemakaman. Suatu kali, dia menekankan maksudnya dengan membawa peti mati ke balai kota sampai pejabat menemukan pekuburan.

Sedangkan, rumah duka di Maracaibo menjelaskan dalam dua tahun terakhir mereka sudah mulai menyewa peti mati kepada keluarga seharga 50 dolar AS. Keluarga mengembalikan peti mati dan mengirimkan jenazah orang yang mereka cintai untuk dikremasi. Cara ini membuatnya lebih murah daripada membeli peti mati seharga 100 dolar AS hingga 300 dolar AS.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement