Sabtu 28 Dec 2019 12:57 WIB

Filipina Ancam Perketat Visa untuk Warga AS

Filipina mengancam akan melakukan pembatasan masuk yang lebih ketat bagi warga AS

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Christiyaningsih
Presiden Filipina Rodrigo Duterte.  Filipina mengancam akan melakukan pembatasan masuk yang lebih ketat bagi warga AS. Ilustrasi.
Foto: Wu Hong/Pool Photo via AP
Presiden Filipina Rodrigo Duterte. Filipina mengancam akan melakukan pembatasan masuk yang lebih ketat bagi warga AS. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, MANILA -- Filipina melarang dua anggota parlemen Amerika Serikat (AS) untuk datang berkunjung. Filipina juga mengancam akan melakukan pembatasan masuk yang lebih ketat bagi warga AS.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte memberlakukan pembatasan visa masuk bagi warga AS, jika pejabat Filipina yang terlibat dalam penahanan Senator Leila de Lima ditolak masuk ke AS, seperti yang diserukan oleh Senator AS Richard Durbin dan Patrick Leahy.

Baca Juga

Langkah ini diambil Duterte setelah Kongres AS menyetujui anggaran 2020 yang berisi ketentuan terhadap siapa pun yang terlibat dalam penahanan de Lima. Diketahui de Lima didakwa atas pelanggaran narkoba pada 2017 setelah dia memimpin penyelidikan pembunuhan massal selama operasi memberantas narkoba.

"Kami tidak akan duduk diam jika mereka terus mengganggu proses kami sebagai negara berdaulat," kata juru bicara kepresidenan Filipina Salvador Panelo pada konferensi pers.

Panelo mengatakan pembatasan perjalanan atas penahanan de Lima adalah omong kosong. Karena dia tidak dipenjara secara salah, tetapi ditahan sambil menunggu persidangan karena kejahatan. "Kasus Senator de Lima bukan tentang penganiayaan tetapi penuntutan," kata Panelo.

Kedutaan AS di Manila dan Departemen Luar Negeri tidak segera menanggapi permintaan komentar. Tetapi juru bicara Patrick Leahy, David Carle, menyebut dakwaan terhadap de Lima bermotif politik.

"Ini adalah tentang hak warga negara Filipina dan orang-orang di mana saja untuk secara bebas mengekspresikan pendapat mereka. Termasuk pendapat yang mungkin kritis terhadap kebijakan pemerintah yang melibatkan penggunaan kekuatan berlebihan dan penolakan proses hukum," ujar Carle.

AS adalah sekutu pertahanan terbesar Filipina dan jutaan warga Filipina memiliki kerabat yang merupakan warga negara AS. Namun, Presiden Duterte secara terang-terangan menyatakan ketidaksukaannya kepada AS dan menyebut negara Adikuasa tersebut munafik. Di sisi lain, Duterte mengakui bahwa banyak warga Filipina yang menghormati mantan penguasa kolonial negara mereka tersebut.

De Lima merupakan seorang menteri kehakiman dan telah memenangkan banyak penghargaan dari kelompok-kelompok hak asasi manusia. Dia menyerukan penyelidikan internasional terhadap operasi perang melawan narkoba yang diinisiasi oleh Duterte. Ribuan orang telah terbunuh dalam operasi ini.

Polisi mengatakan mereka yang terbunuh adalah pengedar narkoba yang menentang penangkapan. Tetapi para aktivis mengatakan sebagian besar korban meninggal dunia adalah dibunuh dengan sengaja.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement