Selasa 31 Dec 2019 12:14 WIB

Seruan Demo di Malam Tahun Baru

Polisi tak akan menoleransi keamanan publik di Hong Kong.

Pengunjuk rasa pro demokrasi saat bentrok menghadapi polisi anti huru-hara di kawasan bisni Tsim Sha Tsui, Hong Kong, di Hong Kong, Selasa (24/12)
Foto: Jerome Favre/EPA-EFE
Pengunjuk rasa pro demokrasi saat bentrok menghadapi polisi anti huru-hara di kawasan bisni Tsim Sha Tsui, Hong Kong, di Hong Kong, Selasa (24/12)

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Aksi damai besar-besaran akan digelar di Hong Kong pada malam tahun baru. Di pihak lain, polisi mengeklaim ajakan aksi ini hasutan bagi remaja di sana. Aksi demonstrasi yang dijuluki "Suck the Eve" dan "Shop with You" direncanakan digelar pada Selasa (31/12) malam di sejumlah pusat keramaian kota, termasuk di Distrik Lan Kwai Fong, Pelabuhan Victoria, dan pusat perbelanjaan.

Front Hak Asasi Manusia Sipil menyatakan pawai tahun baru tersebut telah mendapatkan izin dari polisi. Para peserta aksi berencana melakukan longmars dari Causeaway Bay hingga kawasan pusat bisnis.

Baca Juga

Kelompok ini sebelumnya mengorganisasi aksi damai pada Juni dan awal Desember. "Pawai kali ini akan dihadiri oleh 800 orang," demikian pernyataan Front Hak Asasi Manusia Sipil.

Aksi damai ini dilakukan setelah terjadi bentrokan pada malam Natal. Ketika itu, polisi antihuru-hara menembakkan gas air mata ke ribuan demonstran yang mengenakan topeng serta bando tanduk rusa. Aksi demonstrasi pada malam Natal berlangsung di sejumlah pusat perbelanjaan dan distrik-distrik wisata.

Lebih dari 2.000 pengunjuk rasa terluka sejak aksi protes dimulai di Hong Kong pada Juni lalu. Sementara itu, hingga saat ini belum ada angka resmi yang dirilis terkait jumlah korban meninggal dunia karena aksi tersebut.

Seperti diketahui, aksi unjuk rasa di Hong Kong kini telah memasuki bulan ketujuh. Demonstrasi juga telah kehilangan skala dan intensitas dibandingkan aksi sebelumnya.

Kepolisian telah menangkap lebih dari 6.000 orang sejak protes meningkat pada Juni lalu. Aparat juga terus melakukan pengepungan keras di Universitas Politeknik Hong Kong pada pertengahan November.

photo
Polisi anti huru-hara bersiap di depan massa pengunjuk rasa pro demokrasi di sebuah mall di Hong Kong, Selasa (24/12)

Sejak pertengahan tahun, Hong Kong didera gejolak politik. Unjuk rasa dipicu protes atas rancangan undang-undang ekstradiksi yang dapat membuat tersangka di Hong Kong dapat diadili di Cina. Kini rancangan undang-undang tersebut sudah dicabut. Pengunjuk rasa memperluas tuntutan mereka ke berbagai bidang, termasuk memiliki demokrasi yang besar lagi dan penyelidikan independen atas kekejian polisi selama unjuk rasa.

Banyak warga Hong Kong marah pada apa yang mereka lihat ketika Beijing ikut campur dalam kebebasan yang dijanjikan kepada bekas jajahan Inggris ini ketika kembali ke pemerintahan Cina pada 1997. Cina kemudian membantah ikut campur dan mengatakan berkomitmen pada formula 'satu negara, dua sistem' yang diberlakukan pada saat itu. Beijing pun menyalahkan pasukan asing karena mengobarkan kerusuhan.

Terkait rencana aksi demonstrasi pada malam pergantian tahun, Kepolisian Hong Kong menuduh aktivis pro demokrasi menghasut remaja untuk melakukan tindak kejahatan. Kepala juru bicara Kepolisian Hong Kong Kwok Ka-chuen mengatakan, pasukannya memiliki hubungan dekat dengan penyelenggara unjuk rasa 1 Januari. Namun, mereka tetap tidak akan menoleransi keamanan publik.

Kwok juga mengatakan bahwa selama unjuk rasa, anak-anak muda termotivitas melakukan tindakan kejahatan, termasuk menjatuhkan benda dari atas gedung apartemen. Belum jelas apakah aksi tersebut berhubungan langsung dengan unjuk rasa tertentu.

"Sepanjang pekan, selama operasi penangkapan kami, kami menangkap banyak anak muda. Hal ini menjadi peringatkan beberapa kejahatan menghasut anak muda untuk melakukan tindak kejahatan," kata Kwok, Senin (30/12). N rizky jaramaya/lintar satria/Reuters/AP ed: fuji pratiwi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement