Rabu 01 Jan 2020 06:41 WIB

Milisi Libya Selewengkan Dana Uni Eropa

Dana dari Uni Eropa mencapai ratusan juta euro masuk ke Libya.

Rep: Dwina Agustin/ Red: Nur Aini
Tentara menjaga Kota Tripoli, Libya. (ilustrasi)
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Tentara menjaga Kota Tripoli, Libya. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Uni Eropa (UE) mulai menyalurkan jutaan euro ke Libya untuk memperlambat gelombang migran melintasi Mediterania. Uang itu justru disalahgunakan dengan membuka jaringan bisnis baru oleh milisi.

Investigasi Associated Press menemukan, UE telah mengirim lebih dari 327,9 juta euro ke Libya. Terdapat tambahan 41 juta euro disetujui pada awal Desember, sebagian besar disalurkan melalui badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Baca Juga

Sejumlah besar uang Eropa itu justru dialihkan ke jaringan milisi, penyelundup, dan anggota penjaga pantai yang terjalin yang mengeksploitasi para migran. Dalam beberapa kasus, bahkan pejabat PBB tahu jaringan milisi mendapatkan uang.

Milisi menyiksa, memeras, dan menyalahgunakan para migran untuk uang tebusan di pusat-pusat penahanan di bawah pengawasan PBB. Investigasi AP menemukan, banyak migran juga hilang begitu saja dari pusat penahanan, dijual ke pedagang atau ke pusat-pusat lainnya.

Milisi yang sama berkonspirasi dengan beberapa anggota unit penjaga pantai Libya. Penjaga pantai mendapat pelatihan dan peralatan dari Eropa untuk menjauhkan para migran dari pantainya.

Namun, anggota penjaga pantai mengembalikan beberapa migran ke pusat penahanan berdasarkan kesepakatan dengan milisi. Mereka menerima suap untuk membiarkan orang lain lewat dalam perjalanan ke Eropa.

Milisi yang terlibat dalam pelecehan dan perdagangan manusia juga mengabaikan dana Eropa yang diberikan melalui PBB. Dana itu seharusnya digunakan untuk memberi makan dan membantu migran yang kelaparan. Sebagai contoh, jutaan euro dalam kontrak makanan PBB sedang dinegosiasikan dengan sebuah perusahaan yang dikendalikan oleh seorang pemimpin milisi. Menurut email yang diperoleh oleh AP dan wawancara dengan setidaknya setengah Pejabat Libya mengonfirmasi kondisi tersebut.

Kisah Prudence Aimee dan keluarganya menunjukkan gambaran para migran dieksploitasi di setiap tahap perjalanan di Libya. Aimee meninggalkan Kamerun pada 2015, ketika keluarganya tidak mendengar kabar darinya selama setahun, mereka mengira dia sudah mati.

Tapi, Aimee sebenarnya ditahan dan tidak bisa berkomunikasi dengan dunia luar. Selama sembilan bulan berada di pusat penahanan Abu Salim, dia melihat "susu Uni Eropa" dan popok yang dikirim oleh staf PBB dicuri sebelum bisa menjangkau anak-anak migran, termasuk putranya yang masih balita.

Pada 2017, seorang pria Arab datang mencari Aimee dengan foto dirinya di telepon. "Mereka memanggil keluarga saya dan memberi tahu mereka kalau telah menemukan saya," katanya.

Saat mendapatkan kabar itu, keluarga Aimee memberikan uang. Berkata keluarganya membayar uang tebusan setara 670 dolar AS dan ternyata dia tidak juga dibebaskan, justru malah dipindahkan ke tempat lain.

Biaya penembusan pun kembali muncul berjumlah 750 dolar AS kali ini. Para penculiknya akhirnya membebaskan ibu muda setelah suaminya membayar 850 dolar AS agar dia bisa melakukan perjalanan menggunakan perahu melewati petugas pantai. Sebuah kapal kemanusiaan Eropa menyelamatkan Aimee, tetapi suaminya tetap di Libya.

Masalah migrasi telah mengguncang Eropa sejak masuknya lebih dari satu juta orang pada 2015 dan 2016. Mereka melarikan diri dari kekerasan dan kemiskinan di Timur Tengah, Afghanistan dan Afrika.

Pada 2015, UE menyiapkan dana yang dimaksudkan untuk mengekang migrasi dari Afrika, salah satunya dikirim ke Libya. UE memberikan uang terutama melalui Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) PBB dan Komisaris Tinggi untuk Pengungsi (UNHCR). 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement