REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Parlemen Turki menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk mengerahkan pasukan ke Libya. Pasukan yang akan dikirim dalam upaya mendukung Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang diakui Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Parlemen mempersingkat masa reses musim dinginnya untuk membahas perkembangan di ibu kota Libya, Tripoli. Ketua Parlemen Mustafa Sentop mengatakan RUU telah disahkan menjadi Undang-Undang dengan suara 325-184. Partai AK yang mendukung Presiden Recep Tayyip Erdogan dan sekutunya memegang mayoritas parlemen, sedangkan semua partai oposisi memilih menentang RUU tersebut.
Pemerintah belum mengungkapkan perincian tentang kemungkinan penyebaran pasukan Turki di Libya. Dengan sahnya UU baru ini memungkinkan pemerintah memutuskan ruang lingkup, jumlah, dan waktu misi apa pun.
Setelah pengumuman itu, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump memperingatkan Erdogan terhadap gangguan apa pun di Libya melalui panggilan telepon. Juru bicara Gedung Putih Hogan Gidley menyatakan, Trump menunjukkan campur tangan asing mempersulit situasi di Libya.
Erdogan mengirim pasukan ke Libya di saat Tentara Nasional Libya (LNA) di bawah komandan militer pemberontak Khalifa Haftar melancarkan serangan pada April. Serangan mereka terhenti oleh pasukan pro-pemerintah di sepanjang pinggiran selatan kota.
Namun, tentara bayaran Rusia yang dilaporkan dari kelompok pribadi Wagner pada September mengubah keseimbangan kekuasaan. Kondisi tersebut memungkinkan pasukan LNA menguasai kota-kota utama di selatan Tripoli.
Bersamaan dengan peningkatan jumlah serangan udara Uni Emirat Arab untuk mendukung Haftar, langkah Rusia tampaknya telah menguatkan Erdogan dan mempercepat intervensi Turki. Di masa lalu, Truki hanya terbatas pada penjualan peralatan militer.
"Tidak tepat bagi kita untuk tetap diam terhadap semua ini," kata Erdogan pada Desember merujuk pada kehadiran pejuang Rusia.
Sejak pemimpin lama Muammar Gaddafi digulingkan pada 2011, Libya belum memiliki pemerintahan yang stabil. Upaya melumpuhkan dan mengintegrasikan kembali orang-orang yang telah membantu menjatuhkan Gaddafi ke dalam aparat keamanan formal sebagian besar telah gagal.
Analis politik senior Al Jazirah Marwan Bishara mengatakan, pengerahan pasukan Turki akan mengubah dinamika di Libya pemerintah di Tripoli dan melawan Haftar. "Maksud di balik intervensi itu bukan untuk meningkatkan perang, itu sebenarnya sebaliknya," ujarnya.
Bishar menyatakan, pengerahan pasukan mencoba mengakhiri serangan terhadap Tripoli yang telah diserang selama enam bulan. "Seperti yang dikatakan utusan khusus PBB untuk Libya, 'Haftar, dan ini adalah pernyataan yang meremehkan, sama sekali bukan demokrat'," katanya.