Sabtu 04 Jan 2020 11:41 WIB

Tolak Klaim Cina, RI Kirim Tambahan Kapal Perang ke Natuna

Indonesia tak akan pernah akui Nine Dash Line yang diakui sepihak oleh Cina.

Video capture KRI Tjiptadi-381 yang beroperasi di bawah kendali Gugus Tempur Laut (Guspurla) Koarmada I menghalau kapal Coast Guard China saat melakukan patroli di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, Senin (30/12/2019).
Foto: Antara/HO/Dispen Koarmada I
Video capture KRI Tjiptadi-381 yang beroperasi di bawah kendali Gugus Tempur Laut (Guspurla) Koarmada I menghalau kapal Coast Guard China saat melakukan patroli di Laut Natuna Utara, Kepulauan Riau, Senin (30/12/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelanggaran batas wilayah yang dilakukan secara berulang oleh Kapal Penjaga Pantai Cina di zona laut Indonesia memicu reaksi keras dari pihak Indonesia. Selain sikap Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menolak dengan tegas klaim Republik Rakyat Cina (RRC) atas wilayah laut tersebut, Badan Keamanan Laut (Bakamla) dan TNI AL juga telah mengirimkan armada tambahan ke perairan Natuna untuk mengamankan wilayah itu.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menekankan, Indonesia tidak akan pernah mengakui Nine Dash Line yang diakui sepihak oleh Cina. "Indonesia tidak pernah akan mengakui Nine Dash Line, klaim sepihak yang dilakukan oleh Tiongkok yang tidak memiliki alasan hukum yang diakui oleh hukum internasional, terutama Unclos (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut) 1982," kata Retno seusai rapat koordinasi di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (3/1).

Baca Juga

Nine Dash Line alias Sembilan Garis Putus-Putus adalah batas imajiner yang mengular dari bagian selatan Cina hingga berujung mendekati Kepulauan Natuna di Kepulauan Riau serta meliputi hampir seluruh Laut Cina Selatan. Cina mengklaim secara sepihak wilayah laut yang juga beririsan dengan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Filipina tersebut.

Selama ini, Indonesia tak mengikuti langkah empat negara Asia Tenggara yang menentang klaim Cina di Laut Cina Selatan itu. Meski begitu, dalam sejumlah insiden, kapal-kapal melayan Cina dan Kapal Penjaga Cina diketahui menerabas ZEE Indonesia. Indonesia juga telah mengganti sebutan perairan itu dengan Laut Natuna Utara untuk menegaskan klaim.

Sengketa terbaru di Laut Natuna Utara dipicu masuknya sejumlah kapal nelayan Cina yang dikawal Kapal Penjaga Pantai sejak Desember lalu. Pihak TNI AL berkali-kali melakukan pengusiran, tetapi penerobosan batas wilayah terus dilakukan kapal-kapal nelayan dan penjaga pantai tersebut.

Terkait kejadian itu, Retno bersama Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Kepala Staf TNI AL Laksamana Siwi Sukma Adji, Kepala Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Madya Achmad Taufieqoerrochman, dan beberapa pemangku kepentingan lainnya mengadakan rapat koordinasi, kemarin.

"Dalam rapat tersebut, kita menekankan kembali, pertama, telah terjadi pelanggaran oleh kapal-kapal Tiongkok di wilayah ZEE Indonesia," kata Retno.

Ia juga memastikan, wilayah ZEE Indonesia telah ditetapkan oleh hukum internasional. Menurut dia, Cina merupakan salah satu peserta dari konvensi tersebut. "Oleh karena itu, merupakan kewajiban bagi Tiongkok untuk menghormati implementasi dari UNCLOS 1982," ujar dia.

Selain poin-poin di atas, Menlu juga menyampaikan, pada rapat koordinasi telah disepakati beberapa hal, di antaranya Pemerintah Indonesia akan meningkatkan patroli di perairan Natuna dan akan tetap melakukan kegiatan perikanan yang merupakan hak Indonesia di sana. "Intensifikasi patroli di wilayah tersebut dan juga kegiatan-kegiatan perikanan yang merupakan hak bagi Indonesia untuk mengembangkannya di perairan Natuna," tuturnya.

photo
KRI Teuku Umar-385 melakukan peran muka belakang usai mengikuti upacara Operasi Siaga Tempur Laut Natuna 2020 di Pelabuhan Pangkalan TNI AL Ranai, Natuna, Kepulauan Riau, Jumat (3/1/2020).

Laksamana Madya Achmad Taufieqoerrochman mengatakan, sudah beberapa kali Bakamla mengusir kapal Cina dari perairan Natuna. "Sudah saya usir, balik lagi, terus kita usir lagi. Nah, itu kita pantau terus beberapa hari ini. 19, 24, terus tanggal 30 (Desember)," ujar dia.

Menurut dia, Bakamla sudah mengirimkan armada tambahan ke perairan Natuna. "Saya saja sudah kirim lagi kok. Itu dinamika. Jadi, tidak usah rapat pun sudah otomatis itu. Itu kewenangan di satuan masing-masing. Yang jelas tadi adalah sudah disampaikan Bu Menlu, itulah sikap kita," katanya.

Ia menyampaikan, dalam kondisi damai, Bakamla yang berada di garda terdepan. "Karena, kalau kapal perang kan tensinya agak berbeda. Jadi, Bakamla tetap di depan," kata dia menjelaskan.

Meski begitu, Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan I, Laksamana Madya Yudo Margono, menyatakan TNI AL tetap melaksanakan pengendalian operasi siaga tempur di perairan Laut Natuna Utara. Yudo mengatakan, operasi siaga tempur ini dilaksanakan oleh Koarmada I dan Koopsau I.

"Dengan alutsista yang sudah tergelar, yaitu tiga KRI dan satu pesawat intai maritim dan satu pesawat Boeing TNI AU. Sedangkan, dua KRI masih dalam perjalanan dari Jakarta menuju Natuna," kata Yudo, Jumat (3/1).

photo
Menko Polhukam Mahfud MD (tengah) didampingi Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (kiri), Menhan Prabowo Subianto (tiga kiri), Menlu Retno Marsudi (dua kanan) dan Menkum HAM Yasonna H Laoly (kanan) menyampaikan konferensi pers terkait kasus Natuna di Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (3/1).

Sebelumnya, Kapal perang (KRI) Tjiptadi-381 di bawah jajaran komando utama TNI AL, Komando Armada (Koarmada) I berhasil mengusir kapal Penjaga Pantai Cina yang tengah mengawal kapal-kapal ikan Cina di perairan Natuna Utara.

"Tiga KRI Koarmada I yang beroperasi di bawah kendali Gugus Tempur Laut (Guspurla) Koarmada I tengah melaksanakan patroli sektor di Laut Natuna Utara," ujar Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) Koarmada I, Letkol Laut (P) Fajar Tri Rohadi, ketika dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (2/1).

Menurut dia, pada Senin (30/12), KRI Tjiptadi-381 melaksanakan patroli sektor di perbatasan ZEE Laut Natuna Utara. Kemudian, KRI mendeteksi satu kontak kapal di radar menuju selatan dengan kecepatan 3 knot.

"Setelah didekati pada jarak 1 NM, kontak tersebut adalah kapal China Coast Guard dengan nomor lambung 4301 (CCG 4301) yang sedang mengawal beberapa kapal ikan Cina melakukan aktivitas perikanan," kata Fajar. Komunikasi pun dilakukan oleh prajurit TNI AL dan mengusir kapal-kapal ikan yang berupaya menangkap ikan secara ilegal.

Terkait pelanggaran di Laut Natuna Utara akhir bulan lalu, Kementerian Luar Negeri telah memanggil Duta Besar China untuk Indonesia dan menyampaikan protes keras pada Senin (30/12). "Nota diplomatik protes juga telah disampaikan," dikatakan dalam pernyataan tersebut. Dubes Cina pun telah mencatat sejumlah hal yang telah disampaikan dan akan segera melaporkannya ke Beijing.

Sebaliknya, pihak Beijing menekankan bahwa mereka memiliki hak atas wilayah di perairan Natuna. “Baik Indonesia mengakui atau tidak (klaim Cina), tak bisa mengubah kenyataan bahwa Cina memiliki hak dan kepentingan di area laut tersebut,” kata juru bicara Kemenlu Cina Geng Shuang menanggapi nota protes Indonesia. Ia juga menekankan, sikap Cina masih sejalan dengan Unclos 1982. n ronggo astungkoro, ed: fitriyan zamzami

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement