Ahad 05 Jan 2020 20:48 WIB

Israel Merampas Semua, Termasuk Hak Unjuk Rasa

Israel melarang unjuk rasa di sejumlah wilayah atas alasan keamanan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nashih Nashrullah
Israel melarang unjuk rasa di sejumlah wilayah atas alasan keamanan. Ilustrasi tentara keamanan Israel.
Foto: Mohamad Torokman/Reuters
Israel melarang unjuk rasa di sejumlah wilayah atas alasan keamanan. Ilustrasi tentara keamanan Israel.

REPUBLIKA.CO.ID, RAMALLAH— Abdullah Abu Rahma sudah delapan kali ditangkap tentara Israel selama 15 tahun terakhir. Kadang ia menghabiskan waktu berpekan-pekan atau berbulan-bulan di penjara. 

Dia membayar jaminan yang totalnya kini mencapai puluhan ribu dolar AS hanya karena menggelar unjuk rasa damai.

Baca Juga

Dia salah satu di antara warga Palestina yang menggelar unjuk rasa damai untuk memprotes penguasaan militer dan perluasan pemukiman Israel. Kini warga Palestina semakin sulit menemukan tempat untuk mengungkapkan pendapat mereka. 

Israel mengatakan Palestina harus mengungkapkan ketidakpuasan mereka melalui perundingan damai. Tapi proses negosiasi sudah terhenti sejak sepuluh tahun yang lalu. Warga Palestina menolak posisi pemerintah Israel saat ini.  

Laporan organisasi hak asasi manusia Human Right Watch (HRW) yang dirilis bulan lalu mengatakan setelah menduduki Tepi Barat selama 50 tahun. Israel masih terus menolak hak sipil warga Palestina secara sistematis, termasuk hak untuk berkumpul.  

Israel juga meningkatkan tekanan terhadap gerakan boikot internasional yang dipimpin Palestina. Amerika Serikat dan negara-negara lain pun mengadopsi legislasi untuk menekan gerakan tersebut.  

Israel selalu merendahkan upaya Palestina untuk mendapatkan ganti rugi melalui Mahkamah Internasional (ICC). ICC sudah menggelar penyelidikan awal yang sudah berlangsung selama lima tahun. 

Pada bulan lalu, ICC mengatakan mereka siap menggelar penyelidikan menyeluruh di wilayah yang diduduki Israel. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyebut keputusan ICC 'sepenuhnya anti-Semit'.  

"Israel menyatakan perlawanan Palestina terhadap diskriminasi sistematik yang mereka hadapi tidak sah," kata direktur HRW Israel dan Palestina Omar Shakir, Ahad (5/1).  

Shakir sudah dideportasi dari Israel pada bulan November lalu. Dia  dituduh mendukung gerakan boikot internasional. 

Selama puluhan tahun warga Palestina dianggap sebagai teroris. Karena perlawanan bersenjata yang mereka lakukan untuk melawan Israel termasuk menggunakan bom bunuh diri dan serangan lain terhadap warga sipil.  

Pada puncak Intifada Kedua awal 2000-an dan bertahun-tahun sesudahnya banyak pengamat yang bertanya-tanya. Mengapa tidak ada 'Gandhi Palestina', orang yang menggagas perlawanan tanpa kekerasan.

Salah satu kandidatnya adalah Abu Rahma yang selama beberapa tahun terakhir menggelar unjuk rasa damai di luar desanya Bilin di Tepi Barat. Unjuk rasa itu memprotes pembatasan diskriminatif Israel yang kontroversial.  

Israel menegaskan pembatasan dilakukan demi alasan keamanan. Tapi memotong tanah warga desa. Pengunjuk rasa berhasil memaksa pihak berwenang untuk membentuk ulang jalur pembatasan setelah ada perintah pengadilan. 

Dalam unjuk rasa itu pemuda-pemuda Palestina kerap melemparkan batu ke pasukan Israel yang membalasnya dengan gas air mata dan peluru karet. Tapi Abu Rahma mengatakan ia tidak pernah melempar batu dan memberitahu pengunjuk rasa untuk tidak melakukannya.  Karena berpotensi mengenai pengunjuk rasa lain. Tapi hal itu tidak mencegah Abu Rahma ditahan. 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement