REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengancam akan menjatuhkan sanksi kepada Irak. Ancaman dilayangkan setelah parlemen Irak menyerukan agar pasukan AS dan militer asing lainnya angkat kaki dari negara tersebut.
"Jika ada tindakan bermusuhan, bahwa mereka melakukan apa pun yang kami pikir tidak pantas, kami akan memberikan sanksi pada Irak. Sanksi yang belum pernah mereka lihat sebelumnya," kata Trump pada Ahad (5/1).
Trump pun menyinggung tentang investasi militer yang telah dilakukan AS di Irak. "Kami memiliki pangkalan udara yang sangat mahal di sana. Dibutuhkan miliaran dolar untuk membangunnya. Kami tidak akan pergi kecuali mereka membayar kami untuk hal itu," ujarnya.
Kendati demikian, Trump tak menyinggung pangkalan udara mana yang dia maksud. Namun, pernyataannya diprediksi merujuk pada pangkalan udara Al Asad di Provinsi Anbar. Fasilitas tersebut dioperasikan bersama oleh pasukan AS dan Irak.
Parlemen Irak telah menerbitkan resolusi yang menyerukan agar pasukan AS hengkang dari negara tersebut. Langkah itu diambil setelah Washington membunuh Komandan Pasukan Quds Mayor Jenderal Qasem Soleimani di Bandara Internasional Baghdad pada Jumat pekan lalu.
Departemen Luar Negeri AS telah menyatakan kekecawaan atas resolusi parlemen Irak. Mereka mendesak agar Irak mempertimbangkan kembali keinginannya menyingkirkan pasukan AS dari negara tersebut.
Soleimani merupakan tokoh militer Iran yang memiliki pengaruh besar di kawasan Timur Tengah. Ia dipercaya memimpin Pasukan Quds, sebuah divisi atau sayap dari Garda Revolusi Iran yang bertanggung jawab untuk operasi ekstrateritorial, termasuk kontra-intelijen di kawasan.
Kematian Soleimani meruncingkan hubungan Iran dan AS. Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei telah menyatakan akan mengambil aksi balasan terhadap Washington.
Duta Besar Iran untuk PBB Majid Takht Ravanchi mengatakan pembunuhan Soleimani merupakan tindakan perang. Menurutnya, Iran layak melakukan aksi balasan.
"Tadi malam (AS) memulai perang militer dengan membunuh salah satu jenderal tinggi kami melalui aksi teror. Jadi apa lagi yang bisa diharapkan dari Iran? Kita tidak bisa hanya diam saja. Kami harus bertindak dan kami akan bertindak," kata Ravanchi saat diwawancara CNN pada Jumat pekan lalu.
Iran, kata dia, tak bisa menutup mata atas kejadian tersebut. "Pasti akan ada balas dendam, balas dendam yang keras. Respons terhadap aksi militer adalah aksi militer. Oleh siapa, kapan, di mana? itu untuk masa depan untuk disaksikan," ujar Ravanchi.