REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan pertemuan dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad di Damaskus pada Selasa (7/1). Pertemuan itu dilakukan saat ketegangan membekap kawasan Timur Tengah.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengungkapkan, saat tiba di Suriah, Putin mengunjungi markas besar militer Rusia di Damaskus. "Putin bertemu dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad di markas besar. Kedua pemimpin mendengar laporan militer tentang perkembangan di berbagai daerah di negara tersebut," katanya, dilaporkan laman kantor berita Rusia, TASS.
Setelah kegiatan itu, Putin dan Assad melakukan pertemuan bilateral. Pada kesempatan tersebut, Putin mengatakan bahwa telah banyak wilayah di Suriah yang sebelumnya dikuasai kelompok milisi dan pemberontak oposisi telah direbut kembali.
"Putin menggarisbawahi bahwa sudah jelas kehidupan yang damai akan kembali ke jalan-jalan Damaskus," ujar Peskov.
Assad pun mengucapkan terima kasih kepada Putin. Dia sangat menghargai bantuan Rusia dalam memerangi kelompok teroris di Suriah. "Assad juga menyampaikan harapan hangat kepada Putin dan seluruh warga Rusia pada kesempatan Natal," ucap Peskov.
Kunjungan Putin ke Suriah memang bertepatan dengan Natal Ortodoks Rusia. Saat berada di Damaskus, Putin sempat mengunjungi Masjid Agung Ummayah.
Ummayah merupakan masjid terbesar dan tertua di Damaskus. Masjid tersebut dianggap sebagai tempat suci keempat dalam Islam.
Putin pun mengunjungi makam John the Baptist yang berada di dekat Masjid Umayyah. Situs itu disakralkan, baik oleh umat Kristen maupun Muslim di sana.
Putin terakhir kali mengunjungi Suriah pada 2017. Kala itu, kelompok pemberontak masih menguasai wilayah pinggiran Damaskus. Dalam kunjungannya dua tahun lalu, Putin hanya mengunjungi pangkalan udara Hemeimeem Rusia di provinsi pesisir Latkia, Suriah.
Putin memerintahkan pengerahan pasukan militer Rusia ke Suriah pada 2015. Moskow menyatakan bahwa intervensi militer mereka hanya menargetkan kelompok pemberontak yang merongrong dan meneror pemerintahan Assad. Adapun kelompok yang diincar Rusia antara lain adalah ISIS dan Front al-Nusra.
Dengan bantuan militer Rusia, pada Desember 2016, Assad berhasil merebut kembali wilayah Aleppo Timur dari pasukan pemberontak. Ini merupakan kemenangan paling signifikan yang pernah diperoleh Assad.
Hingga saat ini, Suriah bersama pasukan sekutunya masih giat melakukan invasi terhadap kantong-kantong pemberontak. Tujuan dari hal itu adalah untuk melucuti kekuasaan pasukan pemberontak dan memulihkan integritas wilayah Suriah.
Konflik sipil di Suriah berlangsung sejak 2011. Konflik bermula dengan merebaknya gelombang demonstrasi yang menentang dan memprotes pemerintahan Assad. Tindakan represif aparat keamanan terhadap massa pengunjuk rasa segera mengubah demonstrasi menjadi perang sipil.
Tak lama setelah itu, Suriah didepak dari keanggotaan Liga Arab. Negara anggota Liga Arab juga mengecam Assad karena gagal bernegosiasi dengan pihak oposisi dan mengerahkan kekuatan militer yang dianggap brutal.
Namun tahun lalu, sejumlah negara Arab telah menyerukan agar hubungan dengan pemerintahan Assad dipulihkan. Uni Emirat Arab (UEA) dan Bahrain bahkan menyatakan siap membuka kembali kedutaan besarnya di negara tersebut.
Seruan tersebut memang berbarengan dengan keberhasilan pasukan Assad dan sekutunya merebut kembali wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai kelompok milisi dan pemberontak oposisi.