REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, menyerukan persatuan bagi negara-negara Muslim untuk menghalau ancaman dari luar. Pernyataannya disampaikan seiring terbunuhnya komandan militer Iran, Qassem Soleimani, oleh Amerika Serikat, beberapa waktu lalu.
Dilansir dari International The News, Kamis (9/1), Mahathir menyebut pembunuhan Soleimani merupakan tindakan amoral dan keji. Negara-negara Muslim pun diimbau bersatu untuk melindungi diri dari ancaman eksternal.
"Waktunya tepat bagi negara-negara Muslim untuk berkumpul bersatu," kata Mahathir.
Perdana menteri tertua di dunia ini, yang dalam beberapa bulan terakhir memicu ketegangan diplomatik dan membuka suara tentang isu-isu dunia Muslim, juga mengatakan, serangan Amerika Serikat terhadap Soleimani bertentangan dengan hukum internasional. Pembunuhan Soleimani, di Baghdad, pada Jumat lalu telah memicu kekhawatiran akan konflik yang lebih luas di Timur Tengah.
Mahathir yang berusia 94 tahun ini lantas mengatakan, sikap brutal Amerika itu juga dapat menyebabkan eskalasi yang disebut sebagai tindakan terorisme. Menurutnya, banyak negara-negara Muslim saat ini yang merasa tidak lagi aman. Di Kantor Kedutaan Iran di Malaysia saja, kata dia, terdapat 50 orang warga Iran terdiri dari laki-laki dan perempuan yang mengenakan burqa mengecam Amerika.
”Sekitar 50 orang termasuk wanita yang mengenakan burqa berkumpul di luar Kantor Kedutaan Iran di Kuala Lumpur. Mereka meneriakkan: turun Amerika, turun Amerika," ujarnya.
Kebijakan diplomasi Mahathir sejauh ini memang telah berusaha mempertahankan hubungan baik dengan Iran, meskipun ada sanksi dari Amerika Serikat terhadap negara Timur Tengah. Diperkirakan, terdapat 10 ribu orang warga Iran yang tinggal di Malaysia.
Bulan lalu, Mahathir menjamu Presiden Iran Hassan Rouhani di sebuah konferensi para pemimpin Muslim di Malaysia. Dalam pertemuan tersebut mereka membahas peningkatan bisnis, perdagangan mata uang satu sama lain, dan bersaing dengan negara-negara non-Muslim.